SastraNusa – Senja merangkak turun di Kampung Lembung dan Kampung Tonggul, ketika suasana sunyi perlahan berubah. Sehabis sholat Maqrib, masyarakat mulai berkumpul di sekitar Makam Tanggulung dan Makam Kebbun.
Tak ada gemerlap, hanya kilau cahaya sederhana yang membingkai makam dengan lembut. Di sana, tradisi bernama Mulod Makam dijaga dengan penuh hormat dan kesederhanaan.
Mulod Makam, Makna di Balik Nama
Mulod Makam, yang dalam bahasa Madura berarti “Maulid Makam,” adalah ritual penghormatan yang diadakan untuk mengenang jasa para leluhur.
Tradisi ini dihidupkan di dua tempat berbeda, yakni, Makam Tanggulung di Kampung Tonggul, dan Makam Kebbun di Kampung Lembung Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang Madura.
Tak hanya tempat yang berbeda, waktunya pun juga tak seragam, sehingga memberikan sentuhan unik pada pelaksanaannya.
Tradisi ini memiliki akar dalam sejarah spiritual masyarakat Madura, dipelopori oleh para kiyai sepuh. Hingga kini, warisan tersebut dilestarikan oleh kiyai yang lebih muda, dengan dukungan antusias dari masyarakat.
Bagi mereka, ini bukan hanya ritual, tetapi cara menghormati pendahulu dan menjalin kedekatan dengan nilai-nilai yang mereka wariskan.
Kearifan Sederhana di Balik Bingkisan
Salah satu keunikan Mulod Makam adalah bingkisan sederhana yang dibagikan kepada para peserta. Tak mewah, namun memiliki makna mendalam.
Bingkisan ini melambangkan kebersamaan, berbagi berkah, dan pengingat akan pentingnya kesederhanaan dalam menjalani hidup.
Saling berbagi di makam, menjadi simbol ikatan kuat antarwarga yang ingin menjaga tradisi ini agar tak lekang oleh waktu.
Bagi masyarakat di Kampung Lembung dan Kampung Tonggul, kesederhanaan bukanlah kekurangan. Justru, di situlah letak kekayaan mereka, yakni, kesadaran akan kebersamaan dan solidaritas tumbuh dalam hati setiap orang yang hadir.
Alur Kegiatan yang Sarat Makna Spiritual
Mulod Makam dimulai dengan Tawassul, atau persembahan surat al-fatihah kepada leluhur yang telah mendahului mereka. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan lantunan sholawat. Saat sholawat dikumandangkan, suasana khusyuk semakin terasa.
Para kiyai memimpin ritual dengan tenang, disambut dengan lirih oleh masyarakat. Zikir dan sholawat ini tak hanya sebagai persembahan kepada leluhur, tetapi juga refleksi pada diri sendiri.
Kegiatan diakhiri dengan doa yang dipanjatkan bersama, di mana semua yang hadir berharap akan kesejahteraan dan ketentraman, baik di dunia maupun di akhirat.
Seusai doa, kiyai sepuh menyampaikan petuah, atau, sebuah nasihat yang berisi ajakan untuk mencintai bangsa, budaya, dan menjaga kebersamaan.
Simbol Persatuan dan Cinta Tanah Air
Nasihat dari kiyai bukan sekadar petuah biasa. Ini adalah panggilan untuk terus menjaga cinta terhadap tanah air dan budaya Nusantara.
Melalui Mulod Makam, mereka menunjukkan bahwa meski hidup di tengah tradisi lokal yang kuat, semangat kebangsaan tetap hidup dalam sanubari masyarakat Madura.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa akar budaya lokal bisa bersanding harmonis dengan nasionalisme.
Di saat yang sama, masyarakat Madura tetap menjaga identitas dan kearifan lokal mereka tanpa kehilangan kecintaan pada Indonesia.
Persiapan Sederhana, Keberkahan Berlimpah
Persiapan Mulod Makam terbilang sederhana. Usai Maghrib, masyarakat hanya perlu mengatur tempat dan pencahayaan di area makam.
Mereka paham, esensi dari tradisi ini bukanlah kemewahan, tetapi rasa kebersamaan.
Artinya, dengan segala kesederhanaan yang ada, setiap detail acara terasa sakral, menyimpan kekayaan spiritual yang jarang ditemui dalam perayaan modern.
Sungguh, keagungan Mulod Makam tak terletak pada dekorasi atau atribut lainnya. Keindahan tradisi ini justru muncul dari keikhlasan hati masyarakat yang berusaha merawat dan menjalankan ritual ini dengan penuh penghormatan.
Menjaga Tradisi sebagai Warisan Leluhur
Di balik setiap lantunan doa, di balik setiap bingkisan yang dibagikan, Mulod Makam adalah pengingat bahwa tradisi ini adalah amanah dari para leluhur. Pada intinya, masyarakat Madura tak ingin budaya ini pudar.
Bagi mereka, Mulod Makam adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, sekaligus jalan untuk terus menghormati leluhur.
Melalui Mulod Makam, nilai-nilai seperti kebersamaan, kesederhanaan, dan cinta tanah air diwariskan dari generasi ke generasi.
Tentunya hal ini termasuk warisan yang tak bisa digantikan, dan menjadi bagian dari identitas yang melekat erat dalam diri setiap warga di Kampung Lembung dan Kampung Tonggul.
Mulod Makam Adalah Simbol Penghormatan dan Keberlanjutan
Sebagai penutup, Mulod Makam adalah ritual sederhana namun penuh makna. Di sana, aku melihat bagaimana budaya lokal bisa menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memahami jati diri mereka.
Ritual ini bukan sekadar seremonial, tapi cara masyarakat Madura menunjukkan hormat dan kasih kepada leluhur, yang mengajarkan nilai-nilai luhur yang masih relevan hingga hari ini.
Mulod Makam bukan hanya sekadar tradisi, tapi sebuah warisan yang terus dilestarikan. Ini adalah simbol bahwa masyarakat Madura memiliki cara unik dalam merawat nilai-nilai spiritual dan sosial.
Mulod Makam adalah sebuah warisan budaya yang menjadi harta tak ternilai bagi generasi yang akan datang.(*)