Geliat Rumah Budaya Pantura dalam Acara Bincang tak Serius, Mau Tau Keseruannya?

Zuhdi Swt
6 Min Read
Geliat Rumah Budaya Pantura dalam Acara Bincang tak Serius, Mau Tau Keseruannya? (Ilustrasi)
Geliat Rumah Budaya Pantura dalam Acara Bincang tak Serius, Mau Tau Keseruannya? (Ilustrasi)
- Advertisement -

SastraNusa – Acara Bincang Tak Serius yang digagas oleh Rumah Budaya Pantura kali ini tampaknya menyuguhkan sesuatu yang sangat menarik.

Dalam suasana santai dan penuh canda, acara ini mengundang narasumber Bapak Sjahidul Haq Chotib, seorang seniman lukis yang dikenal dengan karyanya yang memiliki karakter kuat dan mendalam.

Tema yang diangkat kali ini adalah “Corak Pantura dalam Tangkapan dan Kekaryaan Seniman Lukis”, sebuah topik yang tidak hanya menarik, tetapi juga memancing diskusi hangat seputar dunia seni dan budaya Pantura.

Sjahidul Haq Chotib, dalam pemaparannya, menyampaikan betapa pentingnya pemahaman tentang corak Pantura dalam setiap karya seni lukis.

- Advertisement -

Corak ini, menurutnya, bukan sekadar gaya atau teknik, tetapi merupakan sebuah refleksi dari kehidupan, alam, serta kearifan lokal yang ada di sepanjang pesisir utara Jawa.

Dalam karyanya, Sjahidul berusaha untuk menangkap esensi visual dari kehidupan masyarakat Pantura, yang kaya akan tradisi dan nilai budaya.

“Seni lukis Pantura tidak hanya soal warna dan bentuk, tetapi juga soal bagaimana menangkap jiwa dan semangat masyarakatnya,” ujarnya dengan penuh semangat.

Namun, yang menjadi sorotan dalam bincang tak serius ini adalah konsep singkritisme yang menjadi pola utama dalam karya-karya seniman Pantura, termasuk dalam karya-karya Sjahidul.

Celetukan seorang moderator malam ini Cak Zuhdi Swt, menyinggung soal konsep Singkritisme, atau pencampuran berbagai elemen visual dari berbagai budaya, menjadi salah satu ciri khas dari seni lukis Pantura.

- Advertisement -

Bapak Sjahidul menjelaskan bahwa Seniman-seniman Pantura seringkali menggabungkan elemen-elemen budaya lokal dengan pengaruh budaya luar, sehingga tercipta karya seni yang unik dan penuh makna.

“Singkritisme bukanlah sekadar pencampuran, tetapi sebuah proses kreatif yang membawa sesuatu yang baru dan segar dalam seni lukis,” kata Sjahidul.

Namun, di balik keindahan dan keragaman yang ditawarkan oleh corak singkritisme ini, terdapat sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh para seniman lukis Pantura, yaitu titik jenuh.

- Advertisement -

Titik jenuh ini muncul ketika para seniman merasa kehilangan arah atau kehabisan ide dalam berkarya.

Hal ini, menurut Sjahidul, merupakan fenomena yang wajar terjadi dalam dunia seni.

Setiap seniman pasti akan mengalami momen di mana kreativitas mereka terasa terhambat, dan di sinilah pengetahuan serta pengalaman menjadi landasan utama untuk melanjutkan perjalanan seni mereka.

Dalam pandangan Sjahidul, pengetahuan bukan hanya berkaitan dengan teknik melukis atau memahami teori seni, tetapi juga tentang pemahaman yang mendalam terhadap budaya dan kehidupan sekitar.

Seniman Pantura, seperti halnya seniman dari daerah lain, harus mampu menggali dan memahami akar budaya mereka agar dapat menciptakan karya yang autentik dan bermanfaat bagi perkembangan seni dan budaya itu sendiri.

“Seni lukis Pantura tidak bisa dipisahkan dari akar budaya yang ada. Tanpa pengetahuan tentang budaya, karya seni yang dihasilkan tidak akan mampu mencerminkan esensi sejati dari Pantura,” ujar Sjahidul.

Pentingnya pengetahuan ini, menurut Sjahidul, juga berkaitan dengan upaya untuk mengatasi titik jenuh yang seringkali menghalangi para seniman.

Dalam keadaan jenuh, pengetahuan akan menjadi kunci untuk membuka kembali pintu kreativitas.

Seniman yang terus menggali pengetahuan, baik itu melalui riset, pengalaman, maupun interaksi dengan sesama seniman, akan selalu menemukan cara untuk mengatasi rasa jenuh dan tetap berkarya.

“Penting bagi seniman untuk tidak pernah berhenti belajar. Dunia seni selalu berkembang, dan seniman harus siap mengikuti perkembangan tersebut,” kata Sjahidul, mengingatkan.

Visual tradisi seniman Pantura menjadi topik berikutnya yang juga dibahas dalam acara ini. Dalam konteks ini, Sjahidul menjelaskan bahwa tradisi seni lukis Pantura memiliki ciri khas yang sangat kuat dan mudah dikenali.

Ciri khas ini tidak hanya terlihat dari penggunaan warna dan bentuk, tetapi juga dari cara seniman menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Pantura.

“Seniman Pantura seringkali menggambarkan aktivitas masyarakatnya, seperti nelayan yang sedang melaut, pasar yang ramai, atau kegiatan adat yang masih berlangsung hingga kini,” jelasnya.

Seniman Pantura juga sangat lekat dengan alam sekitar mereka, yang terlihat jelas dalam karya-karya mereka.

Laut, pantai, dan kehidupan pesisir utara Jawa menjadi sumber inspirasi utama yang tak pernah habis.

Oleh karena itu, karya seni lukis Pantura seringkali memiliki kedalaman emosional yang kuat, karena mencerminkan hubungan yang erat antara manusia dan alam.

Dalam diskusi tersebut, Sjahidul juga menyoroti bagaimana para seniman muda Pantura mulai mengembangkan gaya dan pendekatan baru dalam seni lukis mereka, tanpa meninggalkan akar budaya yang ada.

Mereka mulai menggabungkan teknik-teknik modern dengan elemen-elemen tradisional Pantura, menciptakan karya yang tak hanya relevan dengan zaman sekarang, tetapi juga mampu mempertahankan identitas budaya yang telah ada sejak lama.

Acara Bincang Tak Serius yang digagas oleh Rumah Budaya Pantura ini benar-benar memberikan banyak wawasan baru tentang dunia seni lukis Pantura.

Dari pembahasan tentang singkritisme, tantangan titik jenuh, hingga pentingnya pengetahuan dalam berkarya, semua informasi yang disampaikan oleh Sjahidul Haq Chotib memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana seni lukis Pantura berkembang dan terus beradaptasi dengan zaman.

Dalam konteks ini, bagi kamu yang tertarik dengan seni dan budaya Pantura, acara seperti ini menjadi sarana yang sangat berharga untuk lebih memahami kekayaan seni visual yang dimiliki oleh daerah ini.

Seniman Pantura terus berkarya dengan penuh semangat, dan karya-karya mereka akan selalu menjadi warisan budaya yang tak ternilai harganya.(*)

- Advertisement -
Share This Article