Apa yang Bisa Dilakukan?
Meskipun tren ini terus berkembang, masih ada harapan untuk menjaga nilai-nilai unggah-ungguh agar tetap relevan di tengah perubahan zaman.
Salah satu caranya adalah dengan memperkenalkan kembali nilai-nilai ini dalam pendidikan formal dan informal.
Di beberapa daerah, seperti di Yogyakarta dan Solo, sudah ada sekolah-sekolah yang mulai mengintegrasikan pembelajaran unggah-ungguh dalam kurikulum mereka.
Hal ini tentu menjadi langkah positif dalam menjaga kelangsungan nilai-nilai tersebut.
Selain itu, peran media juga tidak kalah penting. Media massa dan platform digital bisa digunakan sebagai alat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya tata krama dan etika sosial.
Melalui konten-konten yang kreatif dan menarik, nilai-nilai unggah-ungguh bisa dikemas dengan cara yang lebih relevan dan mudah diterima oleh generasi muda.
Namun, pada akhirnya, upaya untuk menjaga unggah-ungguh tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak saja.
Semua elemen masyarakat, baik keluarga, sekolah, maupun media, harus bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda.
Karena unggah-ungguh bukan sekadar warisan budaya, melainkan juga cerminan dari rasa hormat dan penghargaan kita terhadap sesama.
Di tengah arus modernisasi yang tak terhindarkan, menjaga unggah-ungguh tetap hidup adalah tantangan yang harus dihadapi bersama.
Sebab, tanpa unggah-ungguh, kita bukan hanya kehilangan bagian dari identitas budaya, tetapi juga esensi dari kemanusiaan itu sendiri.(*)