SastraNusa – Makam wali di berbagai daerah Indonesia sering kali menjadi tempat yang tidak hanya dihormati, tetapi juga menjadi pusat perhatian publik.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada fenomena yang menarik perhatian banyak orang terkait dengan zirah makam wali.
Sebagai sebuah warisan sejarah dan spiritual, makam-makam tersebut mulai menjadi ajang yang cukup kontroversial, bahkan viral di media sosial.
Apa yang terjadi di balik fenomena ini? Dan bagaimana masyarakat kini menganggapnya sebagai tempat untuk menampilkan diri mereka, bahkan lebih dari sekadar penghormatan?
Di banyak daerah, makam wali dikenal memiliki daya tarik spiritual yang sangat kuat. Banyak orang percaya bahwa ziarah ke makam wali akan membawa keberkahan, doa yang dikabulkan, atau bahkan mendapatkan petunjuk dalam hidup.
Selain itu, makam-makam tersebut sering kali dihiasi dengan berbagai jenis batu nisan yang sangat bernilai sejarah, serta lingkungan yang cukup tenang.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa makam wali malah menjadi tempat yang lebih banyak dikunjungi bukan hanya untuk berdoa, tetapi juga untuk alasan lainnya, yang sering kali terkait dengan tren sosial di media sosial.
Salah satu alasan mengapa makam wali mulai menjadi ajang unjuk diri adalah maraknya fenomena media sosial yang kian berkembang.
Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube memungkinkan siapa saja untuk membagikan momen-momen dalam hidup mereka kepada dunia.
Ada yang berziarah dengan tujuan spiritual, namun tidak sedikit pula yang datang untuk mengambil foto atau video dengan latar belakang makam wali.
Konten yang viral dari tempat tersebut sering kali dipenuhi dengan ekspresi diri yang lebih mengutamakan citra, bukan sekadar doa atau penghormatan.
Tidak jarang, kita melihat video pendek atau foto yang menampilkan seseorang yang berziarah sambil mengenakan pakaian terbaik, melakukan pose-pose tertentu, atau bahkan berbicara langsung di depan kamera seolah-olah mereka tengah berbicara dengan para wali.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang niat asli di balik kunjungan tersebut. Apakah benar-benar untuk mendoakan ataukah sekadar untuk mencari perhatian publik?
Fenomena ini juga sangat dipengaruhi oleh cara pandang generasi muda terhadap tempat-tempat bersejarah dan spiritual.
Di zaman serba digital seperti sekarang, pencarian perhatian di media sosial menjadi bagian dari gaya hidup.
Gaya hidup ini tercermin dalam setiap momen yang dibagikan, tak terkecuali saat berziarah. Dalam beberapa kasus, ada yang sampai rela menghabiskan waktu berjam-jam di makam, hanya untuk mendapatkan satu foto atau video yang dianggap keren atau menarik di mata pengikut mereka.
Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan mengenai batasan antara kesucian tempat tersebut dan kebebasan berekspresi.
Jika dulu makam-makam wali dianggap sebagai tempat yang penuh dengan kesakralan, kini ada perubahan pandangan yang membuat tempat tersebut lebih terlihat sebagai ajang pembuktian diri di hadapan publik.
Dengan kata lain, niat untuk berziarah terkadang tertutup oleh ambisi untuk meraih perhatian di dunia maya. Bahkan, ada juga yang memperlihatkan gaya hidup glamor di sekitar makam, seperti menggunakan mobil mewah atau pakaian modis saat berziarah.
Meskipun begitu, kita tidak bisa menampik bahwa fenomena ini juga menciptakan peluang bagi masyarakat untuk lebih mengenal makam-makam wali dan sejarah yang ada di baliknya.
Bagi sebagian orang, ziarah yang awalnya dilakukan sebagai bagian dari unjuk diri bisa berujung pada pemahaman yang lebih dalam mengenai sejarah dan spiritualitas tempat tersebut.
Banyak juga yang mengakui bahwa setelah berziarah dengan tujuan tertentu, mereka akhirnya merasakan kedamaian batin yang lebih mendalam dan memperkuat iman mereka.
Namun, jika dilihat dari perspektif lain, fenomena ini juga menyoroti kecenderungan masyarakat dalam memperlakukan tempat-tempat suci dengan cara yang lebih komersial.
Kadang, tidak sedikit yang datang dengan motivasi untuk mendapatkan pengakuan sosial, alih-alih untuk merasakan kedekatan dengan sang pencipta atau mengingat jasa para wali yang sudah mendahului kita.
Hal ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat makam wali bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi lebih sebagai tempat yang memiliki makna spiritual yang mendalam.
Pihak yang memiliki wewenang atas makam wali perlu memainkan peran penting dalam mengatur bagaimana tempat-tempat suci ini diperlakukan oleh masyarakat.
Jika dibiarkan tanpa pengawasan, kita mungkin akan melihat lebih banyak lagi kasus di mana tempat-tempat bersejarah ini tidak lagi dihormati sesuai dengan tujuan awalnya.
Maka dari itu, edukasi tentang pentingnya menjaga kesucian dan sejarah tempat-tempat tersebut harus digalakkan.
Kembali lagi pada fenomena yang viral, tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh media sosial begitu besar dalam membentuk perilaku masyarakat.
Dalam beberapa hal, media sosial dapat memberikan dampak positif, seperti memperkenalkan tempat-tempat bersejarah dan memperkenalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Namun, dalam beberapa kasus, seperti yang terjadi pada makam wali, media sosial justru menciptakan persepsi yang keliru mengenai tujuan awal dari ziarah itu sendiri.
Sebagai masyarakat yang bijak, penting bagi kita untuk mengingatkan diri sendiri bahwa tempat-tempat suci tidak semestinya digunakan untuk tujuan yang bersifat duniawi atau sekadar untuk mencari popularitas.
Sebaliknya, ziarah haruslah dilakukan dengan niat yang tulus, mendoakan dan meresapi makna dari setiap langkah yang kita ambil menuju tempat-tempat penuh sejarah dan spiritual ini.
Jangan sampai, apa yang dimulai dengan niat baik, berakhir dengan sesuatu yang hanya mengejar citra semata.
Dalam kesimpulannya, meskipun zirah makam wali semakin sering menjadi viral, ini menunjukkan betapa besar pengaruh media sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena ini mengingatkan kita bahwa niat yang tulus dalam berziarah seharusnya tetap menjadi prioritas utama, dan kita perlu menjaga agar tempat-tempat suci tetap dihormati sebagaimana mestinya.
Tentu saja, media sosial bisa menjadi alat untuk berbagi pengetahuan dan memperkenalkan budaya, tetapi bukan untuk sekadar unjuk diri atau mencari perhatian.(*)