Sudah ada AI, Literasi Buku Tak Perlu Disemarakkan?

Fauzi
By Fauzi
3 Min Read
Sudah ada AI, Literasi Buku Tak Perlu Disemarakkan? (Ilustrasi)
Sudah ada AI, Literasi Buku Tak Perlu Disemarakkan? (Ilustrasi)
- Advertisement -

SastraNusa – Di tengah gemuruh teknologi yang melanda, kecerdasan buatan (AI) menjadi pilar baru dalam mempermudah kehidupan. AI menghadirkan cara baru dalam mengakses informasi dengan kecepatan yang tak tertandingi.

Tentu situasi ini kerap membuat literasi buku dipandang usang, bahkan tak relevan di era serba otomatis. Namun, apakah benar buku tak lagi diperlukan?

Kenyataan menunjukkan, bahwa generasi baru lebih sering menggenggam layar daripada membuka halaman kertas.

Artinya, peran AI dalam menyediakan jawaban instan seolah menggantikan tradisi membaca buku. Namun, seberapa jauh kemampuan ini benar-benar bisa menggantikan kekayaan literasi?

- Advertisement -

Apalagi selama ini, literasi menjadi dasar kebudayaan manusia.

Jawaban AI Lengkap Dengan Sumbernya, Buku Tergantikan?

Buku tidak hanya menjadi sumber informasi, melainkan juga medium yang membentuk pola pikir. Ketika membaca buku, pembaca dipaksa untuk berpikir kritis dan mencerna setiap informasi.

Tentu proses ini memberikan kedalaman pemahaman yang sulit ditemukan dalam teknologi serba cepat.

AI, di sisi lain, dirancang untuk memberikan jawaban langsung tanpa memerlukan proses mendalam dari penggunanya.

Meskipun cepat, AI cendrung mengurangi kesempatan untuk berpikir secara kritis.

- Advertisement -

Maka bisa dipastikan, bahwa buku tetap menjadi alat tak tergantikan dalam mengasah kemampuan analisis dan imajinasi.

AI Termasuk Pembantu, atau Pengganti?

Menurut informasi yang berhasil SastraNusa himpun, Kecerdasan buatan memang menawarkan banyak kemudahan, seperti meringkas informasi dan memberikan rekomendasi bacaan.

Namun, AI tidak mampu menangkap nuansa dan kedalaman yang dimiliki oleh buku.

- Advertisement -

Dipastikan, setiap lembar buku adalah hasil refleksi panjang seorang penulis, sementara AI hanya menyusun ulang data dari berbagai sumber.

Bahkan menurut hemat pikir SastraNusa, Kecenderungan untuk menggantungkan diri pada AI tanpa melibatkan buku justru membangun ketergantungan yang berbahaya.

Kok Gitu? Hal itu dikarenakan informasi yang dihasilkan AI, terbatas pada apa yang telah diprogramkan.

Berbeda dengan buku, yaitu memberikan ruang bagi pembaca untuk mengeksplorasi ide tanpa batas.

Nasib Literasi Buku di Era Digital

Menyemarakkan literasi buku bukan sekadar mempertahankan tradisi, melainkan menciptakan fondasi untuk masa depan yang lebih baik.

Generasi yang dibesarkan dengan buku, cenderung memiliki kemampuan berkomunikasi lebih baik dan pemahaman yang lebih luas tentang berbagai topik.

Sementara AI bisa menjadi alat bantu yang kuat. Artinya, mengabaikan buku untuk energi literasi, berarti menghilangkan kesempatan untuk melatih daya kritis dan reflektif.

Seharusnya, kombinasi antara teknologi dan literasi buku termasuk langkah terbaik untuk menciptakan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana.

Keseimbangan dalam Era Baru

Di tengah perkembangan AI, literasi buku harus tetap mendapat tempat. Bukan sebagai pesaing teknologi, melainkan sebagai pelengkap yang memperkaya wawasan.

Apalagi, teknologi mampu memberikan efisiensi, sedangkan buku menawarkan kedalaman dan kebijaksanaan.

Memadukan keduanya bukan hanya langkah bijak, tetapi juga penting untuk memastikan generasi mendatang tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pemimpin yang memahami esensi manusia.

Perlu diingat, bahwa buku akan terus menjadi lentera yang membimbing di tengah derasnya arus informasi digital.

- Advertisement -
Share This Article