Simbol Sungkaman Jawa, Termasuk Bakti dalam Pernikahan?

Ahmad Masrufi By Ahmad Masrufi
6 Min Read
love, wedding, romance
Simbol Sungkaman Jawa, Termasuk Bakti dalam Pernikahan? (Ilustrasi)
- Advertisement -

SastraNusa – Di antara rangkaian upacara adat Jawa dalam pernikahan, sungkeman menjadi momen yang begitu mendalam dan menyentuh hati. Tidak hanya sekadar formalitas, ritual ini melambangkan penghormatan seorang anak kepada orang tuanya, memancarkan rasa bakti, permohonan maaf, dan restu yang menyertai mereka di babak baru kehidupan.

Dalam budaya Jawa yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dan hierarki, sungkeman menjadi salah satu ritual yang dianggap sakral.

Momen ini mengajarkan bahwa pernikahan bukan hanya perihal dua insan yang saling mencintai, tetapi juga mengenai restu orang tua, yang bagi masyarakat Jawa merupakan salah satu komponen terpenting dalam rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Sungkeman Prosesi yang Sarat Makna

Prosesi sungkeman diawali dengan kedua mempelai yang berjongkok di hadapan orang tua mereka, dimulai dari orang tua pengantin wanita, kemudian dilanjutkan dengan sungkeman kepada orang tua pengantin pria.

Gestur ini dilakukan dengan penuh rasa hormat, di mana kedua mempelai menundukkan kepala, kemudian memegang dan mencium tangan kanan orang tua mereka.

Sementara itu, tangan kiri orang tua mengelus kepala kedua mempelai, memberikan simbol restu dan kasih sayang yang penuh kehangatan.

Ini adalah momen intim yang menggambarkan keterikatan emosi dan spiritual antara anak dan orang tua.

Melalui gerakan sederhana ini, anak menunjukkan rasa terima kasih yang mendalam atas cinta, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan oleh orang tua sejak mereka lahir hingga saat ini, di saat mereka siap memulai babak baru dalam hidup.

Dalam prosesi ini, segala atribut busana pengantin, seperti keris, dilepaskan sem
entara untuk menandai kesederhanaan dan kerendahan hati di hadapan orang tua.

Setelah selesai sungkeman, atribut tersebut dikembalikan, menunjukkan bahwa mereka siap kembali menjalani peran barunya sebagai suami dan istri, dengan restu orang tua sebagai bekal.

Filosofi Truntum dan Sindhur, Simbol Cinta dan Kehati-hatian

Bukan hanya gerakan dan gestur dalam sungkeman yang penuh makna, pakaian yang dikenakan orang tua juga sarat akan filosofi mendalam.

Orang tua kedua mempelai biasanya mengenakan kain batik bermotif truntum, sebuah motif yang diciptakan oleh Ratu Kencono, istri dari Sunan Paku Buwono III.

Truntum secara harfiah berarti “menuntun,” dan dalam konteks ini, motif ini mengandung makna bimbingan dan ridho dari orang tua untuk kedua mempelai agar selalu mendapatkan berkah dan rejeki yang cukup sepanjang pernikahan.

Selain kain truntum, ikat pinggang besar bernama sindhur juga menjadi bagian dari busana yang dikenakan orang tua saat prosesi sungkeman.

Sindhur memiliki makna simbolis yang sangat penting: pengikat yang mewakili harapan agar kedua mempelai hidup dengan penuh kehati-hatian, rukun, dan saling menghormati.

Dengan mengenakan sindhur, orang tua seolah-olah memberikan nasihat terakhir, sebuah pesan tanpa kata-kata bahwa pernikahan adalah perjalanan yang membutuhkan kerjasama, kesabaran, dan cinta yang tulus.

Momen yang Sarat Emosi dan Penuh Makna Spiritual
Bagi sebagian besar pasangan, sungkeman adalah momen yang sulit untuk dilalui tanpa perasaan haru.

Ada rasa yang tidak mudah digambarkan ketika seorang anak memohon restu dan izin kepada orang tua untuk menjalani hidup mandiri bersama pasangannya.

Dalam momen ini, sering kali air mata menjadi saksi bisu dari perasaan campur aduk: bahagia, sedih, dan haru yang berbaur menjadi satu.

Momen ini menjadi lebih spesial karena sungkeman merupakan satu-satunya kesempatan dalam rangkaian acara pernikahan di mana kedua mempelai secara khusus berfokus pada hubungan mereka dengan orang tua.

Bagi sebagian orang tua, ini adalah momen perpisahan dengan anak yang selama ini mereka besarkan, sementara bagi sang anak, ini adalah momen peralihan di mana mereka bukan lagi sekadar anak tetapi juga seorang pasangan hidup.

Sungkeman Sebagai Pengingat Nilai-Nilai Tradisional di Era Modern

Di era yang semakin modern, di mana banyak orang cenderung mengadopsi gaya hidup yang lebih individualis, sungkeman tetap bertahan sebagai pengingat nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh nenek moyang.

Ritual ini mengingatkan bahwa dalam budaya Jawa, pernikahan bukan hanya perihal hubungan dua individu, tetapi juga tentang membangun harmoni dengan keluarga besar.

Menariknya, di tengah gempuran budaya modern, masih banyak pasangan yang memilih untuk menjalani ritual sungkeman ini.

Bagi mereka, sungkeman tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga cermin yang merefleksikan nilai-nilai yang ingin mereka bawa dalam rumah tangga mereka kelak.
Sungkeman mengajarkan bahwa kehidupan berumah tangga harus dimulai dengan kerendahan hati, penghargaan, dan rasa hormat terhadap orang tua.

Mewariskan Nilai-Nilai Luhur Lewat Sungkeman

Sungkeman adalah satu dari sedikit ritual yang sarat akan pesan moral dan spiritual. Melalui prosesi ini, kita diajak untuk menghargai peran orang tua dalam kehidupan, dan mengingat bahwa restu mereka merupakan bekal penting dalam menjalani kehidupan pernikahan.

Sungkeman mengajarkan bahwa pernikahan bukan hanya perihal dua orang yang saling mencintai, tetapi juga tentang nilai kebersamaan, cinta, dan rasa hormat terhadap orang tua yang akan menjadi fondasi dalam membangun keluarga baru.

Bagi setiap pasangan, sungkeman bukan hanya sebuah upacara, melainkan sebuah janji untuk menjaga warisan luhur ini dan menanamkan nilai-nilai yang sama kepada generasi berikutnya.(*)

Editor: Fauzi

- Advertisement -
Share This Article