SastraNusa – Masa kecil dalam masyarakat Jawa dahulu dipenuhi dengan canda tawa dan suara riang anak-anak bermain di halaman rumah. Mereka, dengan penuh semangat, terlibat dalam permainan tradisional seperti congklak, dakon, dan benteng-bentengan.
Setiap permainan ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan bagian integral dari budaya dan keseharian. Congklak dengan biji-bijinya yang dipindahkan dari satu lubang ke lubang lainnya, misalnya, menggambarkan kecerdasan dan keahlian strategi.
Dakon, permainan papan yang penuh pola-pola menarik, mengajarkan ketelitian dan kesabaran. Sementara itu, benteng-bentengan menggambarkan kerjasama tim dan kegigihan untuk meraih kemenangan.
Namun, seiring berjalannya waktu, permainan tradisional ini mulai jarang ditemui. Anak-anak kini lebih cenderung terpaku pada layar gadget mereka, tenggelam dalam dunia game online yang interaktif dan memikat.
Jauh dari lapangan bermain, mereka kini lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan, terhubung secara virtual dengan pemain dari berbagai penjuru dunia.
Fenomena ini mencerminkan perubahan besar dalam cara anak-anak bersosialisasi dan menghabiskan waktu luang mereka.
Transformasi ini mengisyaratkan sebuah kehilangan yang lebih dalam daripada sekadar pergantian jenis permainan.
Seperti angin yang secara perlahan namun pasti mengikis tebing pantai. Begitu juga pesona game online menggerus kekayaan budaya tradisional yang dahulu berjaya.
Anak-anak zaman sekarang mungkin tidak lagi mengenal strategi meletakkan biji congklak atau merasakan keseruan permainan benteng-bentengan.
Sementara itu, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam berbagai permainan lokal ini semakin memudar dari ingatan kolektif masyarakat.
Perubahan ini menjadi sebuah ironi di tengah kemajuan teknologi yang di satu sisi menawarkan begitu banyak hal baru, tetapi di sisi lain membawa dampak yang tidak terlihat langsung pada budaya dan tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad.
Fenomena ini menjadi penting untuk kita telaah lebih dalam, mengapa permainan lokal Jawa yang penuh kompleksitas dan keindahan kini berada di ujung tanduk. Bagaimana dampak game online terhadap permainan tradisional ini akan menjadi fokus utama dari pembahasan artikel ini.
Perubahan Pola Bermain, dari Lapangan ke Layar
Pergeseran pola bermain anak-anak dan remaja di Indonesia, khususnya di Jawa, menunjukkan perubahan signifikan dari aktivitas fisik di lapangan menuju interaksi virtual di layar.
Fenomena ini dipicu oleh meningkatnya aksesibilitas dan popularitas game online di kalangan generasi muda.
Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penggunaan game online oleh anak-anak dan remaja meningkat secara eksponensial dalam lima tahun terakhir.
Melalui jumlah pemain game online di Indonesia mencapai lebih dari 60 juta orang pada tahun 2021, apalagi saat ini, yaitu permainan game online semakin banyak variannya.
Adanya peningkatan ini secara langsung sejalan dengan penurunan partisipasi dalam permainan tradisional. Permainan seperti gobak sodor, congklak, dan bentengan, yang dulu menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari anak-anak Jawa, kini semakin jarang dimainkan.
Faktor utama yang menyebabkan peralihan ini adalah kemajuan teknologi yang pesat, kemudahan akses internet, serta perkembangan perangkat mobile yang memungkinkan anak-anak untuk bermain game kapan saja dan di mana saja.
Sosial media dan pengaruh budaya pop global juga turut berperan dalam mengarahkan minat anak-anak kepada game online. Konten yang beredar di media sosial sering kali mengemas game online sebagai aktivitas yang keren dan modern.
Selain itu, elemen kompetisi dan interaksi social di dalam game online memberikan daya tarik tersendiri yang sulit diabaikan oleh generasi muda. Mereka tidak hanya bermain, tetapi juga berinteraksi dengan teman sebaya atau bahkan dengan pemain dari berbagai belahan dunia.
Perubahan pola bermain ini juga memiliki implikasi mendalam terhadap keterlibatan sosial, fisik, dan emosional anak-anak. Bermain game online cenderung mengurangi waktu interaksi sosial anak-anak dalam dunia nyata, yang dulu terjadi secara alami melalui permainan tradisional.
Aktivitas fisik pun berkurang, yang dikhawatirkan dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik mereka dalam jangka panjang.
Dari segi emosional, keterikatan dengan dunia virtual kadang-kadang menciptakan realitas yang terpisah, mempengaruhi perkembangan emosional dan kemampuan mereka dalam mengatasi situasi sosial nyata.
Merasa Kehilangan Namun Tak Terucap
Ketika kita membicarakan pergantian generasi dan perubahan zaman, kehilangan permainan tradisional Jawa seperti kelereng, engklek, dan gobak sodor mudah sekali terabaikan.
Namun, siapa sangka bahwa hilangnya permainan ini membawa dampak emosional yang sangat mendalam?