Dalam setiap sesi pertunjukan, tampak jelas bagaimana 70 instrumen musik tradisional dari berbagai daerah, termasuk Sulawesi, Jawa, dan Bali, berfungsi sebagai jantung dari presentasi ini.
Instrumen-instrumen ini tidak hanya memainkan nada-nada melodius, tetapi juga membentuk sebuah narasi musikal yang sangat mendukung alur cerita.
Penonton akan dimanjakan dengan kombinasi alat musik seperti gamelan, suling, dan kendang yang berinteraksi secara dinamis, menciptakan suasana yang meresap dan menawan.
Harmonis dan ritmis, masing-masing alat panggung yang disajikan memberikan sentuhan khas dari budaya lokal, sekaligus menunjukkan keuniversalan pesan yang diusung oleh karya ini.
Selain aspek musik, pendekatan teater dalam I La Galigo juga membawa inovasi artistik yang signifikan.
Rahayu Supanggah dan timnya tidak hanya menyajikan elemen seni yang sederhana, tetapi memadukan simbolisme dan gerakan dramatis yang menyentuh tema kebudayaan dan kemanusiaan.
Musik dalam pertunjukan ini berperan ganda sebagai pengiring cerita dan sebagai komunikator emosi, yang tentunya memperkaya pengalaman penonton secara keseluruhan.
Dengan paduan yang harmonis antara inovasi dan tradisi, I La Galigo menciptakan sebuah karya seni yang tidak hanya dinikmati, tetapi juga diapresiasi sebagai refleksi dari warisan budaya yang kaya.
Proses kreatif ini menjadikan pertunjukan sebuah titik temu bagi dialog antarkultur yang memberikan inspirasi bagi generasi mendatang.
Pentas di Panggung Internasional
Sejak awal penampilannya, I La Galigo telah mencuri perhatian di berbagai festival seni internasional, yang menjadi saksi nyata dari kekayaan budaya dan tradisi Bugis.
Pertunjukan ini telah dipentaskan di beberapa venue bergengsi, termasuk Lincoln Center di New York dan Het Muziektheater di Amsterdam.
Setiap kali I La Galigo tampil, ia membawa serta kisah-kisah yang mendalam tentang mitologi, sejarah, dan kehidupan masyarakat Bugis, yang disampaikan melalui kombinasi dramatis antara tarian, musik, dan narasi.
I La Galigo tidak hanya dianggap sebagai bentuk hiburan, tetapi lebih dari itu, ia berfungsi sebagai jembatan untuk memperkenalkan dan melestarikan peradaban Bugis di kancah global.
Reaksi audiens internasional terhadap pertunjukan ini sangat positif, menggambarkan ketertarikan yang mendalam terhadap elemen-elemen budaya yang dihadirkan.
Penonton yang berasal dari beragam latar belakang sering kali terkesan oleh keunikan cerita yang diangkat, serta keindahan artistik dari pementasan tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa I La Galigo dapat melampaui batasan linguistik dan kultural, menjadikannya sebagai medium yang universal untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan filosofi dari masyarakat Bugis.
Penerimaan terhadap I La Galigo juga tercermin dalam diskusi-diskusi yang muncul setelah pertunjukan, di mana audiens sering kali ingin tahu lebih banyak tentang sumber inspirasi dan makna di balik setiap gerakan dan melodi.
Adanya minat ini menunjukkan bahwa pertunjukan tersebut berhasil merangsang rasa ingin tahu dan penghargaan terhadap budaya yang mungkin sebelumnya belum dikenal oleh banyak orang.
Melalui platform ini, I La Galigo mendemonstrasikan bagaimana seni dapat membangun relasi antara budaya yang berbeda, sekaligus memberikan kontribusi terhadap pelestarian warisan budaya yang berharga.(*)