SastraNusa – Saat diamati, dalam kehidupan sehari-hari justru betapa pentingnya pitutur atau ajaran kesantunan dalam membentuk karakter anak.
Bayangkan seorang anak kecil, dengan kepolosan yang masih murni, tumbuh di lingkungan yang selalu menanamkan nilai-nilai santun.
Tentu kelak, dia akan jadi pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga menghargai orang lain, mengutamakan tata krama, dan punya integritas yang kuat.
Seman tara di tengah perkembangan zaman yang serba cepat, nilai-nilai kesantunan sering kali tersisihkan. Anak-anak sekarang, tumbuh dengan akses teknologi, mengenal dunia melalui layar, dan kadang terlepas dari nilai-nilai luhur.
Maka itu, peran orang tua, guru, dan masyarakat sangat diperlukan untuk kembali menanamkan pitutur yang memupuk kepribadian baik sejak usia dini.
Mengapa Kesantunan Penting dalam Pendidikan?
Banyak yang melihat pendidikan sebagai usaha menanamkan ilmu pengetahuan. Namun, tanpa kesantunan, ilmu itu tak memiliki arah.
Apalagi, termasuk dasar dari segala hubungan sosial, membentuk bagaimana kita bersikap dan berinteraksi.
Dengan sikap santun, seorang anak belajar untuk menghargai pendapat, bersikap rendah hati, dan tidak cepat meremehkan orang lain.
Pitutur santun juga menjadi penyeimbang dalam pencapaian akademis. Yakni anak yang pintar tetapi tidak santun, mudah merasa lebih tinggi daripada teman-temannya.
Berbeda dengan anak yang sudah ditanamkan kesantunan, dia akan sadar bahwa kepintaran adalah titipan yang harus dijaga dengan bijak.
Peran Orang Tua dalam Menanamkan Pitutur Santun
Menurut tepat pikir SaatraNusa, peran orang tua sangat besar dalam proses ini. Orang tua adalah guru pertama yang mengenalkan anak pada dunia.
Sejak kecil, anak-anak belajar dengan meniru yaitu dengan cara melihat bagaimana orang tua bersikap, berbicara, dan memperlakukan orang lain. Setiap sikap yang dilihat akan menjadi referensi bagi anak dalam berperilaku.
Maka mengajarkan pitutur santun kepada anak bukan hanya soal berkata “tolong” atau “terima kasih”. Ini tentang bagaimana anak diajari untuk menghargai orang lain, menjaga ucapan, dan selalu terbuka mendengarkan.
Di sini, orang tua bisa menjadi teladan yang memberi contoh nyata, bukan hanya mengajarkan lewat kata-kata.
Sekolah sebagai Wadah Menanamkan Nilai Kesantunan
Di sekolah, anak-anak menghabiskan banyak waktu, dan ini menjadi tempat penting untuk melanjutkan ajaran kesantunan yang ditanamkan di rumah.
Guru, sebagai pengajar dan pendidik, punya kesempatan besar untuk memperkuat nilai-nilai ini dalam setiap interaksi.
Artinya dengan lingkungan sekolah yang santun, anak-anak akan terbiasa menghormati guru, menghargai teman, dan memahami pentingnya sikap baik.
Bagaimana tidak kagum melihat sekolah yang menerapkan program-program khusus yang mendukung pendidikan karakter.
Misalnya, kegiatan gotong royong, sesi diskusi yang menghargai perbedaan pendapat, dan upaya menyelesaikan konflik dengan kepala dingin.
Semua ini adalah bentuk praktis dari ajaran pitutur santun yang bisa terus diaplikasikan hingga mereka dewasa.
Tantangan Menanamkan Pitutur di Era Digital
Tak bisa dipungkiri, era digital membawa tantangan tersendiri dalam menanamkan kesantunan.
Anak-anak saat ini tumbuh dengan media sosial, tempat segala hal bisa dibagikan dan diakses dalam hitungan detik.
Di satu sisi, teknologi memperluas wawasan mereka, tapi di sisi lain, ini bisa membuat mereka lupa pada nilai-nilai santun saat berkomunikasi.
Sebagai orang tua atau guru, tentu perlu ada kesadaran untuk mendampingi mereka. Bukan dengan melarang, tetapi mengarahkan agar mereka memahami etika digital.
Mengingatkan anak untuk tetap menjaga sikap, baik di dunia nyata maupun dunia maya, adalah langkah penting dalam memastikan pitutur santun tetap terjaga.
Menyiapkan Generasi Unggul Melalui Pendidikan Kesantunan
Generasi unggul adalah mereka yang mampu membawa perubahan, tidak hanya dengan kepandaian tetapi juga dengan sikap yang baik.
Jika sejak dini anak sudah ditanamkan nilai-nilai kesantunan, maka di kemudian hari, mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang bijak, tangguh, dan mampu beradaptasi.
Kesantunan bukan kelemahan; justru ini yang membuat seseorang dihargai dan disegani.
Aku percaya, mencetak generasi unggul bukan hanya soal prestasi akademik. Melainkan ini, tentang bagaimana mereka siap menghadapi kehidupan dengan hati yang baik.
Pitutur santun adalah dasar yang akan membuat mereka mampu menjadi pemimpin yang peduli dan bertanggung jawab, bukan hanya mengandalkan kecerdasan.
Menghidupkan Kembali Pitutur di Lingkungan Masyarakat
Masyarakat pun berperan dalam menumbuhkan kesantunan ini. Lingkungan yang menghargai satu sama lain, dari ucapan hingga tindakan, akan memberi pengaruh positif bagi tumbuh kembang anak.
Kebiasaan saling menyapa, gotong royong, dan saling menghormati adalah bentuk nyata dari ajaran pitutur santun.
Aku melihat, di beberapa kampung, masih ada budaya berkumpul bersama dan saling membantu antarwarga. Di sinilah anak-anak belajar nilai kesantunan yang sesungguhnya.
Lingkungan yang harmonis ini mengajarkan mereka bahwa setiap orang punya peran, bahwa kebersamaan adalah kekuatan yang tak ternilai.
Mewariskan Pitutur Santun untuk Masa Depan
Pada akhirnya, tugas menanamkan pitutur santun adalah tanggung jawab bersama. SastraNusa berharap, generasi mendatang bisa tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya menghargai sesama.
Hak itu jika kesantunan dilihat dari warisan yang tak lekang oleh waktu, sebuah bekal yang akan selalu relevan dalam kehidupan mereka.
Menanamkan pitutur santun sejak dini berarti mempersiapkan mereka menjadi pribadi yang baik, peduli, dan penuh empati.
Dengan begitu, kita tak hanya mencetak generasi unggul, tetapi juga membentuk dunia yang lebih baik untuk ditempati.
Salah seorang Pengajar di salah satu PAUD Gresik, Erni Rahayu Putri mengatakan, bahwa menam pitutur santu terhadap anak, sama halnya dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjadi pribadi yang arif.
“Pitutur santun ini termasuk kearifan lokal yang perlu dipertahankan hingga kapanpun, apalagi, pitutur santu termasuk ajaran leluhur yang sangat bermanfaat bagi anak bangsa,” Papar dia.(*)