Mati Itu Pasti, Kenapa Harta Jadi Segalanya?

Ahmad Masrufi
7 Min Read
man in black jacket sitting beside man in gray dress shirt
Mati Itu Pasti, Kenapa Harta Jadi Segalanya? (Ilustrasi)
- Advertisement -

SastraNusa – Sore itu, di sebuah kota besar yang penuh dengan gedung pencakar langit, seorang pebisnis sukses sedang duduk di balkon rumah mewahnya.

Mobil-mobil mahal berderet di garasi, dan kehidupan yang dipenuhi kemewahan tampak begitu sempurna.

Namun, di balik semua kemilau dunia itu, ada pertanyaan yang selalu menghantui. Pertanyaan yang mungkin juga pernah mampir di benakmu. “Jika mati itu pasti, kenapa harta jadi segalanya?” Begitulah kira-kira pertanyaannya.

Di zaman yang serba cepat ini, manusia sering kali terjebak dalam perlombaan tanpa akhir. Setiap hari, kita berlomba-lomba untuk mengumpulkan kekayaan, meraih status, dan mendapatkan pengakuan sosial.

- Advertisement -

Harta benda menjadi ukuran keberhasilan, seolah-olah hidup hanya tentang seberapa banyak yang bisa kamu kumpulkan sebelum maut menjemput. Tapi benarkah demikian?

Mencari Makna di Balik Harta

Jika kamu merenungkan sejenak, harta memang menawarkan kenyamanan.

Kamu bisa membeli rumah mewah, mobil impian, atau pergi berlibur ke tempat-tempat eksotis. Tapi, apakah semua itu benar-benar memberikan kebahagiaan yang hakiki?

Banyak orang yang sudah mencapai puncak kesuksesan materi justru merasakan kekosongan. Mereka mulai mempertanyakan, apa arti dari semua yang mereka kumpulkan selama ini?

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh para ahli psikologi, ditemukan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat pendapatan tertentu, kenaikan harta tidak lagi berbanding lurus dengan kebahagiaan.

- Advertisement -

Ini menunjukkan bahwa kekayaan hanya bisa memberikan kebahagiaan sementara, tetapi tidak bisa menjadi fondasi kebahagiaan yang sejati.

Kamu mungkin merasakan euforia saat mendapatkan sesuatu yang baru, tetapi perasaan itu biasanya tidak bertahan lama.

Lebih jauh lagi, ketika harta menjadi fokus utama dalam hidup, banyak hal yang sering kali dikorbankan.

- Advertisement -

Hubungan antar manusia menjadi renggang, kesehatan fisik dan mental mulai terabaikan, dan nilai-nilai kemanusiaan mulai memudar.

Kamu mungkin sering mendengar cerita tentang orang-orang yang rela melakukan apa saja demi uang, bahkan jika itu berarti mengkhianati teman, keluarga, atau bahkan prinsip hidup mereka sendiri.

Harta sebagai Alat, Bukan Tujuan

Dalam refleksi ini, penting bagi kamu untuk memahami bahwa harta pada dasarnya adalah alat, bukan tujuan akhir. Harta bisa mempermudah hidup, tetapi bukan tujuan hidup itu sendiri.

Ketika kamu menjadikan harta sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar, seperti membantu sesama atau menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang, harta tersebut akan memiliki makna yang lebih dalam.

Banyak tokoh-tokoh besar dunia, termasuk para filantropis, telah menunjukkan bahwa harta bisa digunakan untuk kebaikan.

Mereka tidak lagi menjadikan harta sebagai ukuran keberhasilan pribadi, tetapi sebagai sarana untuk membantu orang lain. Salah satu contoh yang mungkin sudah sering kamu dengar adalah Bill Gates.

Setelah mencapai puncak kekayaan, ia memilih untuk fokus pada kegiatan amal, mendonasikan sebagian besar hartanya untuk proyek-proyek kemanusiaan.

Namun, bagaimana dengan kamu yang mungkin tidak memiliki kekayaan sebanyak itu? Maka penting untuk diingat bahwa yang paling berharga dalam hidup bukanlah seberapa besar harta yang kamu miliki, melainkan bagaimana kamu menggunakannya.

Bahkan dengan sumber daya yang terbatas, kamu masih bisa membuat perbedaan dalam hidup orang lain.

Terkadang, tindakan kecil seperti membantu tetangga atau menyisihkan sebagian pendapatan untuk amal bisa memberikan makna yang jauh lebih besar daripada menumpuk kekayaan tanpa tujuan.

Menyeimbangkan Harta dan Nilai Kemanusiaan

Kamu mungkin pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa uang bukanlah segalanya, tetapi sulit untuk dipungkiri bahwa uang memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari.

Maka dari itu, yang perlu kamu lakukan adalah mencari keseimbangan. Harta memang penting, tetapi nilai-nilai kemanusiaan tidak boleh diabaikan.

Kamu bisa mengejar kesuksesan materi tanpa harus kehilangan jati diri dan prinsip hidup yang benar.

Beberapa tokoh agama dan filsuf juga mengingatkan bahwa hidup ini lebih dari sekadar mengumpulkan kekayaan.

Dalam ajaran agama, manusia diajarkan untuk tidak terlalu terikat pada harta benda, karena pada akhirnya, semua itu tidak bisa dibawa saat mati.

Harta hanyalah titipan, dan bagaimana kamu menggunakannya selama hidup akan menentukan apakah harta tersebut menjadi berkah atau justru membawa masalah.

Kematian sebagai Pengingat

Kematian, meskipun sering kali menjadi topik yang dihindari, sebenarnya bisa menjadi pengingat yang kuat.

Dalam setiap napas yang kamu hirup, ada kenyataan bahwa suatu hari nanti kamu akan meninggalkan dunia ini.

Apakah pada saat itu, harta yang kamu kumpulkan akan benar-benar berarti?

Atau justru hubungan yang kamu bangun, nilai-nilai yang kamu pegang, dan kebaikan yang kamu sebarkan yang akan meninggalkan jejak abadi?

Kamu mungkin pernah mendengar cerita tentang orang-orang yang di akhir hidupnya menyesali keputusan-keputusan yang mereka ambil.

Mereka menyesal telah terlalu fokus pada pekerjaan dan kekayaan, sehingga melupakan hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup sperti keluarga, cinta, dan persahabatan sering kali menjadi hal yang paling mereka rindukan.

Ini adalah pelajaran berharga bagi siapa pun yang masih diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki arah tujuan.

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Study of Adult Development, ditemukan bahwa kebahagiaan di usia tua lebih banyak dipengaruhi oleh kualitas hubungan sosial daripada jumlah kekayaan yang dimiliki.

Orang-orang yang merasa dicintai dan memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain, cenderung hidup lebih bahagia dan sehat, terlepas dari kondisi keuangan mereka.

- Advertisement -
Share This Article