SastraNusa – Di suatu sore, seorang pria duduk santai di teras rumahnya. Ditemani secangkir kopi, ia memutar piringan hitam yang sudah berdebu. Nada-nada dari lagu-lagu era 80-an mengalun lembut, membawa nostalgia masa lalu. “Dulu lagu-lagu begini punya rasa, penuh makna. Sekarang, banyak yang hanya sekadar catchy, tapi kosong,” gumamnya pelan.
Dia bukan sekadar merindukan masa lalu, tetapi merasakan bahwa ada sesuatu yang hilang dari musik masa kini. Lagu-lagu tahun 80-an punya daya tarik yang lebih dalam, menyentuh hati dan menceritakan kisah yang nyata. Namun, apakah benar lagu-lagu sekarang tak lagi seindah lagu-lagu di masa itu?
Ciri Khas Musik Tahun 80-an, Berkenaan dengan Pesan dan Emosi
Lagu-lagu tahun 80-an sering kali dikenal dengan lirik yang kuat, puitis, dan emosional. Musik era ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi menjadi medium yang menyampaikan perasaan terdalam.
Banyak musisi pada masa itu, seperti Iwan Fals, Ebiet G. Ade, dan Chrisye, menggunakan lirik untuk menyuarakan kegelisahan sosial, cinta yang rumit, hingga filosofi kehidupan.
Melodi dan aransemen musik mereka pun tidak sekadar mengejar tren, melainkan menciptakan karya yang abadi. Lagu mereka mampu bertahan di hati pendengarnya hingga puluhan tahun kemudian.
Lagu-lagu tersebut sering kali menggunakan instrumen yang nyata seperti gitar akustik, piano, dan orkestra yang memberi sentuhan hangat dan organik. Hal ini membuat musik tahun 80-an terasa lebih personal dan intim.
Melalui lirik yang bermakna, serta aransemen yang kompleks, lagu-lagu era tersebut menjadi cerminan perasaan manusia yang lebih mendalam, bukan sekadar hiburan sementara.
Perubahan dalam Musik Masa Kini
Ketika kita membandingkan lagu-lagu masa kini dengan lagu-lagu era 80-an, salah satu perbedaan mencoloknya terletak pada lirik dan penyampaian pesan.
Lagu-lagu modern sering kali mengutamakan ketukan yang cepat, ritme yang bersemangat, dan repetisi yang membuatnya mudah diingat.
Lagu-lagu seperti ini memang cocok dengan gaya hidup yang serba cepat, di mana pendengar lebih suka musik yang “instan” dan mudah diakses melalui platform streaming.
Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Spotify pada tahun 2023, tercatat bahwa 70 persen pengguna platform musik ini lebih sering mendengarkan lagu dengan durasi yang lebih singkat dan beat yang lebih cepat.
Fenomena ini menunjukkan perubahan preferensi pendengar yang kini lebih menyukai lagu-lagu yang catchy dan ringan, namun sering kali mengorbankan kedalaman lirik dan pesan.
Namun, apakah itu berarti semua lagu masa kini tak punya makna? Tidak juga. Ada banyak musisi modern yang tetap mempertahankan kualitas lirik dan pesan dalam karyanya, seperti Tulus atau Nadin Amizah, yang karyanya dipenuhi dengan lirik-lirik reflektif tentang kehidupan dan cinta.
Namun, secara umum, tren musik saat ini memang cenderung fokus pada produksi yang cepat dan mudah diterima oleh pasar.
Bgaiaman Fakta Perkembangan Musik Modern
Berdasarkan data dari International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) pada tahun 2023, industri musik global mengalami perubahan besar dalam dekade terakhir.
Pertumbuhan musik digital, terutama melalui platform streaming seperti Spotify dan Apple Music, telah mendorong musisi untuk membuat karya yang lebih singkat dan lebih sering dirilis.
Alasan di balik fenomena ini adalah algoritma platform tersebut yang cenderung mempromosikan lagu-lagu dengan durasi singkat yang mudah diingat.
Penelitian dari IFPI juga menunjukkan bahwa sejak tahun 2015, rata-rata durasi lagu di tangga lagu teratas telah menurun dari 4 menit menjadi sekitar 3 menit.
Musik yang singkat ini dibuat agar lebih sering diputar dan mendatangkan lebih banyak royalti bagi artis.
Sayangnya, meskipun strategi ini berhasil secara komersial, banyak kritikus musik berpendapat bahwa hal tersebut mengurangi kualitas narasi dan pesan dalam musik itu sendiri.
Apa yang Membuat Lagu 80-an Tetap Berkesan?
Jika ditelusuri lebih jauh, daya tarik lagu-lagu 80-an tidak hanya terletak pada liriknya yang bermakna, tetapi juga pada cara lagu-lagu tersebut diciptakan.
Lagu-lagu di era itu sering kali membutuhkan waktu lebih lama dalam proses produksinya.
Aransemen musiknya dirancang dengan detail, dan musisi benar-benar terlibat dalam setiap proses kreatifnya, mulai dari penulisan lagu hingga proses rekaman.
Menurut penulis musik Simon Reynolds dalam bukunya “Retromania”, musik 80-an cenderung lebih jujur dalam mengekspresikan perasaan.
Era tersebut juga menandai masa di mana teknologi rekaman analog sedang berada di puncaknya, sebelum beralih ke era digital yang lebih praktis.
Penggunaan instrumen asli dalam rekaman, tanpa banyak sentuhan digital, menciptakan nuansa yang lebih kaya dan “nyata.”
Meskipun teknologi saat ini memungkinkan proses produksi yang lebih cepat dan efisien, banyak yang merasa bahwa hal itu mengurangi keaslian dalam musik.
Makanya lagu-lagu era 80-an bisa dikatakan mengingatkan kita bahwa musik tidak hanya tentang suara yag enak didengar, tetapi juga tentang cerita, emosi, dan pengalaman hidup yang diutarakan dengan sepenuh hati.
Musik Modern Memang Tren, Namun Berkualitas?
Industri musik modern berada dalam dilema antara mengejar tren atau mempertahankan kualitas karya.
Di satu sisi, para musisi harus mengikuti tuntutan pasar yang terus berubah. Di sisi lain, mereka dihadapkan pada harapan pendengar yang masih merindukan karya-karya dengan pesan mendalam dan aransemen yang tak lekang oleh waktu.
Data dari Nielsen Music menunjukkan bahwa meskipun musik digital terus tumbuh, ada lonjakan minat pada musik retro, termasuk lagu-lagu dari era 80-an.
Penjualan piringan hitam bahkan mengalami peningkatan sebesar 12 persen pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa di tengah perkembangan zaman, masih ada segmen pendengar yang mencari kualitas musik yang lebih dalam dan autentik.
Bagiama Mencari Keseimbangan dalam Fenomena Musi yang Terjadi Saat ini?
Perdebatan tentang apakah lagu-lagu sekarang tak seindah lagu-lagu tahun 80-an bukanlah soal hitam dan putih.
Meskipun ada perbedaan mencolok dalam hal lirik, produksi, dan tren, musik modern tetap memiliki tempatnya sendiri dalam lanskap hiburan saat ini. Namun, yang jelas, nilai dari lagu-lagu 80-an tidak bisa disangkal.
Karya-karya dari era tersebut masih terus dikenang dan menjadi tolak ukur bagi musisi masa kini dalam menciptakan karya yang tak hanya menghibur, tetapi juga menyentuh hati.
Pada akhirnya, mungkin bukan soal mana yang lebih baik, tetapi soal bagaimana kita dapat menghargai setiap era musik dengan segala keunikan dan kekuatannya.
Bagaimanapun, musik adalah refleksi dari zamannya, dan setiap lagu memiliki cerita untuk diceritakan, baik yang singkat maupun yang mendalam.(*)