SastraNusa – Di Madura, ungkapan “Lo’ Terro Épojhih, Lo’ Takok Ekabejhi-ih” memiliki makna mendalam, yakni, tidak ingin dipuji dan tidak takut dibenci.
Pepatah ini berakar dari filosofi hidup masyarakat Madura, yang menjunjung tinggi kearifan lokal dan ketulusan hati.
Artinya, dalam koas tersebut terdapat ilmu luhur, yakni, Hidup bukan untuk mencari pengakuan, melainkan untuk terus bergerak sesuai prinsip, meski tak selalu diterima atau dipuji.
Pepatah halus Madura ini menjadi semacam prinsip dalam keseharian masyarakatnya, mengingatkan setiap orang untuk tetap rendah hati.
Kalimat yang terasa kuat ini tak hanya menjadi pesan, tetapi juga warisan nilai yang dipelihara turun-temurun, terutama di Bangkalan.
Di sinilah Kasokan hadir dengan kreativitas unik, membawa pesan yang sarat makna ini ke dalam karya visual melalui kaos yang mereka produksi.
Ini juga sub/bagian dari Ekonomi Mandiri Kasokan.
Filosofi dalam Setiap Helai Kain
Kasokan, Kelompok kecil asal Madura, ternyata juga merambah bisnis kaos. Bukan sekadar kaos biasa, mereka mengemasnya dengan nilai dan budaya Madura.
Setiap kaos Kasokan, mengusung tulisan Madura, seperti “Lo’ Terro Épojhih, Lo’ Takok Ekabejhi-ih.”
Tentu hal ini bukan sekadar untuk terlihat keren, tetapi juga sebagai medium untuk memperkenalkan filosofi Madura pada masyarakat luas.
Dengan menggabungkan seni dan kearifan lokal, Kasokan berhasil membawa identitas Madura ke dalam bentuk yang lebih kasual dan bisa dipakai sehari-hari.
Keunikan inilah yang membuat setiap helai kaos Kasokan berbicara, mengingatkan pemakainya tentang nilai-nilai luhur, tentang keteguhan dan ketulusan.
Kearifan Lokal yang Jadi Identitas
Bagi Kasokan, berjualan kaos adalahsalah satu cara menyebarluaskan nilai-nilai Madura, menjadikannya identitas yang dapat dikenakan.
Setiap pesan yang tertulis di kaos, seperti “Lo’ Terro Épojhih, Lo’ Takok Ekabejhi-ih,” mengandung makna kuat.
Mereka ingin menunjukkan bahwa nilai-nilai leluhur Madura masih relevan dan dapat diapresiasi oleh generasi muda.
Melalui desain kaos ini, Kasokan menghadirkan kearifan lokal sebagai simbol keberanian dan kerendahan hati.
Selain tampilan yang menarik, kaos ini memancarkan nilai tradisi yang kuat, seolah menyampaikan pesan agar generasi kini tak melupakan akar budaya mereka.
Menghubungkan Generasi Lewat Media Kaos
Kasokan memanfaatkan media sosial, terutama Instagram, facebook, serta media lainnya untuk memasarkan kaos ini.
Di sana, mereka membangun interaksi dengan pelanggan, membuka ruang komunikasi bagi siapa saja yang tertarik dengan produk berbudaya ini.
Kaos dengan pesan filosofis seperti ini berhasil menarik perhatian, terutama bagi anak muda yang ingin tampil beda sekaligus mempromosikan nilai budaya.
Dengan hadirnya Kasokan, kearifan lokal Madura mendapatkan tempat di hati anak muda.
Melalui media kaos, mereka bisa membawa filosofi tersebut ke mana pun mereka pergi.
Kasokan tak hanya berjualan, tetapi juga menjaga warisan Madura tetap hidup di tengah modernitas.
Pesan yang Membekas di Setiap Pemakaian
Kasokan tak sekadar menjual produk; mereka menyampaikan pesan. Dengan memakai kaos ini, seseorang bisa merasakan hubungan emosional dengan budaya Madura, seolah ikut memaknai filosofi “Lo’ Terro Épojhih, Lo’ Takok Ekabejhi-ih.”
Setiap huruf, setiap kata, adalah pengingat untuk tetap rendah hati, untuk melangkah tanpa takut penilaian.
Kaos Kasokan ini mengingatkan, bahwa nilai budaya bisa hidup berdampingan dengan gaya modern, menjadi identitas yang menyatukan, sekaligus menyebarkan pesan luhur di tengah era yang serba cepat.(*)
Disclamer: Setiap hasil dari penjualan/ ekonomi mandiri kasokan selalu disisihkan sebanyak 20 persen, untuk diberikan kepada anak yatim.
Sementara sisanya untuk keberlangsungan hidup kasokan itu sendiri, seperti menyetak kaos edisi baru, serta untuk membiayai acara-acara yang diadakan oleh kasokan.