SastraNusa – ‘Cublak-Cublak Suweng’ adalah salah satu lagu tradisional Jawa yang telah menjadi bagian integral dari budaya setempat. Lagu ini tidak hanya dikenal luas di Jawa, tetapi juga menjadi aspek penting dalam pendidikan dan permainan anak-anak di masyarakat.
Dengan melodinya yang khas dan lirik yang sederhana, ‘Cublak-Cublak Suweng’ berhasil mempertahankan popularitasnya dari generasi ke generasi.
Latar belakang sejarah lagu ini mengandung nilai-nilai moral yang penting untuk dipahami. Lagu ini sering dimainkan dalam berbagai kesempatan seperti peringatan hari besar kebudayaan serta upacara adat.
Dalam konteks budaya, ‘Cublak-Cublak Suweng’ sering dianggap sebagai sarana edukatif yang mengajarkan anak-anak untuk hidup dalam kebersamaan, kerjasama, dan saling mencintai lingkungan sekitarnya.
Secara harfiah, ‘Cublak-Cublak Suweng’ dapat diterjemahkan sebagai ‘Petikan-Petikan Perhiasan’. Namun, makna di balik lagu ini jauh lebih dalam dan penuh dengan kearifan lokal. Untuk lebih memahami esensi dari lagu tersebut, berikut adalah lirik lengkapnya:
“Cublak-cublak suweng
Suwenge teng gelenter
Mambu ketundhung gudel
Pak empo lera-lere
Sopo ngguyu ndhelikake
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong”
Interpretasi hermeneutika terhadap lirik di atas mengharuskan kita menggali makna-makna tersembunyi yang dimiliki oleh kata-kata dan ungkapan dalam lagu tersebut.
Meskipun tampak sederhana, setiap bait dari lirik ini menyimpan filosofi hidup yang dalam, yang akan dibahas secara mendetail dalam bagian-bagian berikutnya.
Melalui pendekatan hermeneutika, kita berupaya untuk tidak hanya memahami teks secara dangkal, tetapi juga menyingkap lapisan-lapisan makna yang membentuk kebijaksanaan leluhur Jawa.
Definisi Hermeneutika dan Penerapannya pada Lirik Lagu
Hermeneutika merupakan salah satu cabang filsafat yang berkonsentrasi pada interpretasi teks, terutama teks yang bermakna multi-layer.
Pada dasarnya, hermeneutika mengacu pada praktik memahami dan menguraikan pesan yang tersimpan di dalam teks, baik itu tulisan suci, sastra, ataupun lirik lagu.
Prinsip dasar hermeneutika mencakup analisis kontekstual, historis, linguistik, dan kultural untuk menggali makna yang terkandung di dalam teks tersebut.
Penerapan teori hermeneutika pada lirik lagu memungkinkan kita untuk mengeksplorasi makna yang tak langsung tersurat dalam kata-kata yang digunakan.
Dalam hal ini, hermeneutika tak hanya fokus pada makna literal dari kata-kata, tetapi juga pada penemuan makna-makna yang lebih dalam dan terkadang tersembunyi di balik teks.
Interpretasi hermeneutika terhadap lirik membantu kita memahami konteks sosial, budaya, dan emosional yang melingkupi lagu tersebut.
Sebagai contoh, ketika kita mengaplikasikan hermeneutika pada lirik lagu tradisional ‘Cublak-Cublak Suweng’, kita tidak hanya memperhatikan arti kata-kata secara harfiah, tetapi juga mencoba memahami pesan-pesan yang mungkin tersembunyi di dalamnya.
Lirik ‘Cublak-Cublak Suweng’ diduga memiliki makna yang lebih dalam yang berkaitan dengan nasihat moral atau filosofi hidup.
Dengan menganalisis kontekstual dan historis, kita bisa mendekati pemahaman yang lebih kaya dan mendalam mengenai nilai-nilai budaya Jawa yang tersampaikan melalui lirik tersebut.
Menggunakan hermeneutika untuk menganalisis lirik ‘Cublak-Cublak Suweng’ melibatkan penguraian simbolik yang ada serta memperhitungkan latar belakang budaya dan sejarah dari lagu itu sendiri.
Ini termasuk memahami struktur sosial dan sistem kepercayaan yang mempengaruhi penciptaan dan interpretasi lirik.
Dengan demikian, hermeneutika memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengungkap lapisan-lapisan makna yang tersembunyi dan menawarkan pandangan yang lebih mendalam mengenai teks atau lirik tertentu.
Makna Literal dalam Lirik ‘Cublak-Cublak Suweng’
Lirik lagu tradisional ‘Cublak-Cublak Suweng’ berasal dari bahasa Jawa dan memiliki warisan budaya yang kaya. Untuk memahami makna mendalam dari lagu ini, kita perlu terlebih dahulu mengeksplorasi makna literal atau harfiah dari lirik tersebut.
Baris pertama, “Cublak-cublak suweng”, secara harfiah dapat diartikan sebagai “suatu wadah yang berisi suweng”.
Suweng dalam hal ini bermakna perhiasan telinga atau anting-anting, simbol kesejahteraan atau kekayaan. Makna literal dari baris ini mungkin menunjukkan suatu tempat penyimpanan benda berharga.
Baris kedua, “Suwenge teng gelenter”, mengandung arti bahwa suweng tersebut tercecer atau tergeletak. Ini menggambarkan kondisi di mana benda berharga tersebut tidak dalam keadaan teratur atau hilang dari penyimpanan yang seharusnya.
Di sini, kita mulai melihat bagaimana narasi dari benda berharga yang hilang mulai terbentuk.
Baris ketiga, “Mambu ketundhung gudel”, bisa diartikan sebagai “bau yang diikuti oleh ketundhung/terusir oleh anak kerbau”.
Anak kerbau dalam konteks ini bisa dimaknai sebagai simbol kekuatan yang masih muda atau tidak memiliki pengetahuan matang.
Secara literal, ini bisa menggambarkan bagaimana sesuatu yang berharga kerap kali dijauhi atau diabaikan oleh mereka yang tidak memahami nilainya.
Berlanjut ke baris berikutnya, “Pak empo lera-lere”, yang secara harfiah berarti “Pak empo berlari-lari”.
Pak empo dalam konteks ini dapat diasumsikan sebagai seorang pria tua yang berusaha keras menemukan suweng yang hilang.
Secara literal, makna ini mengisyaratkan upaya gigih untuk mencari sesuatu yang berharga.
Secara keseluruhan, lirik ‘Cublak-Cublak Suweng’ dalam pengertian literalnya menggambarkan narasi tentang kehilangan benda berharga dan upaya untuk menemukannya kembali.
Ini adalah langkah awal penting sebelum kita melangkah ke analisis makna yang lebih dalam dan simbolis dari lirik ini.
Dengan memahami makna literal, kita dapat membangun dasar yang kuat untuk penafsiran lebih mendalam.