Estetika Leluhur, Wagean di Tebuwung Masih Dilestarikan dengan Penuh Khidmat

Tholha Aziz By Tholha Aziz 5 Min Read
5 Min Read
holy quran, ramadan, holy
Warisan Leluhur, Estetika Ritual Yasinan Malam Jumat Wagi di Tebuwung (Ilustrasi)
- Advertisement -

SastraNusa – Malam di Tebuwung akan terasa berbeda setiap kali Jumat Wage tiba. Suara merdu lantunan ayat-ayat suci Yasin menggema di sudut-sudut desa, menciptakan suasana khidmat dan penuh makna. Inilah Wagean, sebuah tradisi yang telah mengakar kuat di Desa Tebuwung, Gresik, dan diwariskan turun-temurun.

Wagean bukan hanya sekadar ritual keagamaan, melainkan juga bagian dari kehidupan sosial yang menyatukan seluruh warga desa. Setiap RT di desa ini menjadi saksi dari kebersamaan yang terjalin erat melalui kegiatan yang digelar serentak di malam sakral tersebut.

Wagean berlangsung di setiap RT di Tebuwung, tanpa terkecuali. Kegiatan ini melibatkan semua warga, dari masyarakat biasa hingga tokoh-tokoh penting seperti ketua RT di masing-masing wilayah.

Setiap individu berperan dalam menjaga tradisi ini tetap hidup, membawa makanan ringan atau jajan sebagai bentuk kontribusi. Makanan tersebut nantinya, akan ditukar dengan jajan milik warga lain, sebuah simbol kebersamaan yang sederhana namun penuh arti.

- Advertisement -

Bagi masyarakat Tebuwung, Wagean bukan hanya menjadi kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tetapi juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial.

Ritual yang Khusyuk dan Terstruktur

Wagean dimulai dengan kegiatan tawassul, memohon syafaat dari para nabi, wali, dan leluhur yang telah wafat. Dilanjutkan dengan pembacaan Yasin bersama-sama, yang akan menjadikan suasana menjadi semakin khidmat.

Setiap bait doa diucapkan dengan penuh penghayatan, mengikat batin setiap peserta dalam spiritualitas yang mendalam.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan tahlil, serangkaian doa yang diucapkan untuk mendoakan arwah yang telah tiada.

Yang membuat Wagean semakin unik adalah, kebiasaan warga membawa jajan. Beragam jenis makanan, dari kue-kue tradisional hingga camilan sederhana, dibawa oleh setiap keluarga.

- Advertisement -

Setelah doa bersama, makanan ini ditukar secara acak dengan jajan milik warga lain. Meski terlihat sederhana, kegiatan ini menjadi simbol nyata dari saling berbagi dan menjaga kebersamaan di antara mereka.

Penutupan Wagean ditandai dengan doa bersama. Doa ini menjadi momen refleksi bagi warga, memohon perlindungan dan berkah dari Tuhan untuk kehidupan mereka ke depannya.

Tradisi ini tidak hanya mempererat hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama warga.

- Advertisement -

Pelestarian Tradisi di Tengah Perubahan Zaman

Tradisi Wagean telah ada sejak dulu dan terus dilestarikan hingga kini. Meski zaman telah berubah dan teknologi telah memasuki setiap sudut kehidupan, masyarakat Tebuwung tetap teguh menjaga tradisi ini.

Wagean, tidak hanya dipandang sebagai ritual keagamaan, tetapi juga sebagai warisan budaya yang menjadi bagian dari identitas desa.

Setiap warga memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian Wagean. Bagi generasi muda, Wagean menjadi kesempatan untuk belajar tentang nilai-nilai kebersamaan, spiritualitas, dan pentingnya menjaga tradisi.

Mereka diajarkan bahwa Wagean bukan sekadar acara keagamaan, tetapi juga cara untuk menjaga ikatan sosial yang telah diwariskan oleh leluhur mereka.

Meski telah ada sejak lama, Wagean tidak kehilangan relevansinya. Di tengah modernisasi, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Tebuwung.

Bahkan, di era di mana banyak tradisi lokal tergerus oleh arus globalisasi, Wagean justru semakin dihargai sebagai warisan yang perlu dijaga.

Wagean sebagai Simbol Harmoni Sosial

Keunikan Wagean terletak pada kemampuannya menyatukan masyarakat Tebuwung di tiap RT dari berbagai latar belakang.

Tidak peduli status sosial, semua warga terlibat dalam tradisi ini dengan semangat yang sama.

Ketua RT, yang menjadi tokoh penting di setiap wilayah, turut berperan dalam menjaga tradisi ini tetap hidup. Mereka tidak hanya mengawasi jalannya acara, tetapi juga ikut serta dalam doa dan pembagian jajan.

Hal ini menunjukkan bahwa Wagean tidak hanya tentang keagamaan, tetapi juga tentang kebersamaan.

Di tengah ritual yang khusyuk, terdapat momen-momen kebersamaan yang penuh makna, di mana setiap orang merasa dihargai dan menjadi bagian dari komunitas. Tidak ada yang merasa tersisih, semua berperan aktif dalam menjaga tradisi ini.

Bagi masyarakat Tebuwung, Wagean adalah cermin dari kehidupan mereka. Di tengah kesibukan dan tantangan hidup, Wagean menjadi pengingat bahwa ada kekuatan dalam kebersamaan, bahwa melalui doa dan kebersamaan, mereka dapat menghadapi segala tantangan dengan hati yang tenang dan penuh syukur.

Secara keseluruahan bisa dikatakan, bahwa tradisi Wagean adalah warisan budaya yang sarat makna bagi masyarakat Desa Tebuwung.

Lebih dari sekadar ritual keagamaan, Wagean menjadi simbol kebersamaan, harmoni sosial, dan spiritualitas yang dalam.

Di tengah arus perubahan zaman, Wagean tetap teguh sebagai pilar kehidupan masyarakat Tebuwung, menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, serta pengingat akan pentingnya menjaga warisan leluhur.

Tradisi ini adalah bukti nyata bahwa di tengah dunia yang terus berubah, masih ada ruang bagi kebersamaan dan spiritualitas.

Wagean mengajarkan bahwa melalui doa, kebersamaan, dan berbagi, masyarakat dapat terus menjaga harmoni dalam kehidupan mereka.(*)

- Advertisement -
Share This Article