Bahasa sebagai Sarana Penghubung atau Pembeda?
Pada akhirnya, perbedaan bahasa antara santri dan siswa bisa menjadi sarana penghubung maupun pembeda.
Di satu sisi, perbedaan ini memberikan warna tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Santri dan siswa membawa identitas yang unik yang memperkaya budaya bahasa Indonesia.
Namun, perbedaan ini juga bisa menjadi tantangan ketika mereka berusaha berkomunikasi satu sama lain. Perbedaan kosakata dan gaya berbahasa dapat menciptakan kesalahpahaman atau bahkan jarak antara kedua kelompok.
Namun, dengan pemahaman yang baik mengenai latar belakang masing-masing, santri dan siswa dapat saling menghargai perbedaan yang ada.
Bahasa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan mereka jika kedua kelompok mampu melihatnya sebagai bentuk keragaman, bukan sebagai pemisah.
Di sinilah pentingnya edukasi dan pemahaman lintas budaya, agar santri dan siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan pandangan hidup melalui bahasa.
Perbedaan leksikal dan pragmatik antara santri dan siswa memang mencerminkan latar belakang yang berbeda, tetapi juga menunjukkan betapa kayanya keragaman bahasa di Indonesia.
Bagi santri, bahasa menjadi sarana untuk menjaga tradisi dan nilai-nilai keagamaan, sementara bagi siswa, bahasa adalah cara untuk merangkul dunia modern.
Dengan memahami kedua perspektif ini, kita bisa melihat bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai cermin dari identitas dan jati diri yang berbeda namun saling melengkapi.(*)