SastraNusa – Di sebuah desa kecil di Pulau Madura, Biobien pernah menjadi permainan yang meriah dan penuh tawa anak-anak.
Permainan ini tak hanya menghibur, tetapi juga menjadi sarana mendekatkan hubungan di antara pemainnya.
Namun, seiring waktu, permainan ini perlahan memudar dari ingatan masyarakat.
Warisan budaya ini terancam hilang jika tidak ada upaya untuk melestarikannya.
Mengenal Biobien Lebih Dekat
Biobien adalah permainan tradisional yang melibatkan lima anak atau lebih.
Dalam permainan ini, satu anak berperan sebagai pencabut ubi, sementara empat lainnya duduk berbaris sambil merangkul satu sama lain.
Anak yang berada di posisi paling depan menggenggam tiang rumah sebagai simbol akar ubi yang kuat.
Uniknya, permainan ini dimulai dengan dialog khas.
Anak yang berperan sebagai pencabut ubi akan bertanya dalam bahasa Madura, “Reng mellea obinah,” yang berarti, “Kisanak, saya mau beli ubi yang Anda tanam.”
Jawaban dari anak-anak yang berbaris pun seragam, yakni “Engghi,” yang artinya “iya.”
Setelah itu, pencabut ubi mulai menarik salah satu anak dari barisan, biasanya yang berada di posisi paling belakang.
Makna Filosofis di Balik Permainan Biobien
Biobien bukan sekadar permainan fisik, tetapi juga mengajarkan kerja sama dan strategi.
Anak-anak yang duduk berbaris harus saling mendukung agar tetap kokoh saat pencabut ubi mencoba menarik mereka.
Hal ini menggambarkan nilai kebersamaan dan solidaritas yang kuat.
Di sisi lain, peran pencabut ubi melatih keberanian dan ketangkasan.
Tugasnya tidak hanya menarik, tetapi juga memikirkan cara terbaik untuk memecah kekuatan kelompok yang berbaris.
Nilai-nilai seperti ketangguhan dan kecerdikan menjadi inti dari permainan ini.
Keunikan Dialog dalam Biobien
Dialog yang digunakan dalam permainan ini menjadi ciri khas yang tidak bisa dilepaskan.
Kalimat “Reng mellea obinah” mencerminkan sopan santun dalam budaya Madura, bahkan dalam konteks permainan sekalipun.
Dialog ini mengajarkan anak-anak untuk selalu menjaga tata krama, meskipun sedang bermain.
Jawaban “Engghi” yang sederhana namun penuh makna menunjukkan penerimaan dan kesiapan.
Dalam interaksi singkat ini, tersimpan pesan tentang pentingnya saling menghargai dan memahami satu sama lain.
Biobien dan Ancaman Kepunahan
Sayangnya, Biobien kini jarang dimainkan. Perubahan gaya hidup dan munculnya teknologi modern membuat permainan tradisional ini kalah bersaing.
Anak-anak lebih memilih permainan virtual yang tidak membutuhkan interaksi langsung.
Padahal, permainan seperti Biobien memiliki nilai edukasi yang tinggi.
Selain mengajarkan kerja sama, permainan ini juga memperkenalkan anak-anak pada budaya lokal.
Kehilangan Biobien berarti kehilangan salah satu identitas budaya Madura yang berharga.
Upaya Pelestarian Biobien
Untuk menghidupkan kembali Biobien, berbagai langkah perlu diambil.
Salah satunya adalah memperkenalkannya melalui kegiatan sekolah.
Guru-guru dapat mengajarkan permainan ini dalam pelajaran muatan lokal atau sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.
Komunitas budaya juga bisa berperan dengan mengadakan festival permainan tradisional.
Dalam acara ini, Biobien dapat diperkenalkan kepada generasi muda sebagai permainan yang seru dan penuh makna.
Di era digital, dokumentasi permainan Biobien dalam bentuk video atau tulisan juga penting.
Media sosial bisa menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan informasi tentang permainan ini, sehingga menarik minat anak-anak dan orang tua.
Membawa Biobien ke Masa Depan
Melestarikan Biobien bukan hanya soal menjaga tradisi, tetapi juga mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang.
Permainan ini mengajarkan bahwa kebersamaan, sopan santun, dan ketangkasan adalah hal-hal yang perlu dijunjung tinggi.
Jika upaya pelestarian dilakukan dengan konsisten, Biobien tidak hanya akan kembali hidup di tengah masyarakat, tetapi juga menjadi salah satu warisan budaya yang membanggakan bagi Pulau Madura.
Dengan begitu, permainan ini dapat terus dikenang sebagai bagian dari kekayaan tradisi Indonesia.(*)