SastraNusa – Kini bayangan mengerikan telah di depan mata. Yakni, posisi perupa atau orang yang dianggap pelukis terancam digeser. Bagaimana tidak, sebab saat ini, AI yang telah terbukti kecerdasannya itu, telah mampu melukis dengan hasil yang memuaskan. Bahkan lukisanya, melebihi tangan-tangan seniman kuas.
Sebelum membahas AI dan perupa, Anda harus mengetahui terlebih dahulu terkait seni manusia mencerminkan kreativitas tak terbatas, yakni mulai dari lukisan dinding gua purba hingga instalasi seni kontemporer yang kompleks.
Pasalnya, seni selalu menjadi bagian integral dari ekspresi budaya dan pengalaman manusia.
Namun, dengan kemajuan teknologi, kini kita dipaksa memasuki era baru, yakni kecerdasan buatan (AI), mulai mendominasi persoalan kreatif ini.
Diketahui Kecerdasan buatan ini, tidak hanya merambah bidang teknologi dan industri, melainkam juga mengubah paradigma dalam cara kita memproduksi dan mengalami karya seni.
Secara umum, AI telah diperkenalkan sebagai alat untuk menciptakan seni yang memungkinkan para artis untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan teknik yang mungkin tidak mereka pertimbangkan sebelumnya.
Sementara algoritma yang canggih, ternyata dapat menganalisis data dari karya seni yang sudah ada untuk menghasilkan komposisi yang inovatif.
Artinya melalui kemampuan ini, AI tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang orisinalitas dan nilai dari karya yang dihasilkan oleh mesin dibandingkan dengan tangan manusia.
Maka dalam konteks evolusi seni, penggunaan kecerdasan buatan bisa menciptakan pergeseran dalam interaksi antara seniman dan karya mereka, dong!
Berbeda lagi dengan kolaborasi, yakni seniman harus menanggalkan ideologi nya, kemudian berkolaborasi dengan teknologi AI sebagai alat bantu untuk mengembangkan visi artistik mereka.
Hal ini justru melahirkan karya-karya yang mampu menantang tradisi seni, sekaligus menawarkan pengalaman visual yang memukau. Namun bagi sebagian seniman, kemunculan AI dalam dunia seni juga menyisakan keraguan dan kekhawatiran tentang masa depan perupa.
Kekhawatiran itu, berkutat pada pertanyaan ‘Apakah hasil karya yang dihasilkan oleh mesin dapat dibandingkan dengan keindahan dan kedalaman emosional yang ditawarkan oleh karya tangan manusia?’
Seiring dengan berkembangnya tren ini, maka penting untuk memahami perubahan akan pengaruh persepsi terhadap seni dan kreativitas pada umumnya.
Artinya dengan kemajuan teknologi yang pesat, fantasi di dunia seni semakin meluas. Tentunya hal itu memungkinkan munculnya pertanyaan-pertanyaan mendasar, tentang identitas dan nilai seni di era kecerdasan buatan.
AI Mampu Menciptakan Seni?
Kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan signifikan dalam cara seni diciptakan dan dipahami. Proses penciptaan seni oleh AI, melibatkan teknik kompleks yang memanfaatkan algoritma canggih serta data pelatihan dari karya-karya seni yang ada.
Nah, algoritma ini akan memungkinkan mesin untuk mempelajari pola, gaya, dan teknik artistik, sehingga dapat menghasilkan karya yang sangat mirip atau bahkan dianggap lebih baik daripada yang dihasilkan oleh seniman manusia.
Sedangkan salah satu teknik yang paling terkenal dalam lingkup ini, adalah Generative Adversarial Networks (GAN) yang menggunakan dua jaringan neural untuk saling bersaing dan meningkatkan hasil karya.
Melalui metode ini, AI mampu menciptakan lukisan yang memukau dengan kecepatan yang tak tertandingi.
Sedangkan elemen kunci proses ini, yaitu data pelatihan. Nah, AI dilatih menggunakan ribuan bahkan jutaan gambar seni dari berbagai genre, yang memperkaya pemahamannya tentang selera estetika manusia.
Ketika salah satu model mengalami pembelajaran mendalam, AI dapat mengintegrasikan fitur-fitur dari berbagai karya seni menjadi satu komposisi baru. Hasilnya adalah karya seni yang memiliki kedalaman, warna, dan dinamika visual yang sering kali menciptakan dampak emosional pada para penikmatnya.
Namun, kualitas dan kecepatan hasil karya AI ini, juga menimbulkan ketegangan antara nilai seni tradisional dengan modern.
Dari beberapa contoh nyata, kita dapat melihat bagaimana AI yang mampu menghasilkan lukisan dengan gaya impresionisme, surealisme, dan berbagai aliran lain dalam waktu yang sangat singkat.
Bahkan AI tidak hanya menghasilkan karya asli, tetapi juga bisa memadukan unsur-unsur dari berbagai era dan seniman, memberi peluang baru dalam penciptaan seni.
Kemudian kekuatan dan kemampuan AI dalam menciptakan seni, justru menantang kita untuk berpikir ulang tentang penilaian kita terhadap keindahan dan kreativitas.
Dampak Negatif pada Perupa dan Dunia Seni
Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia seni telah menghadirkan berbagai dampak negatif yang signifikan bagi para perupa. Salah satu dampak yang paling mencolok adalah penurunan nilai karya seni orisinal.
Ketenaran karya yang dihasilkan oleh AI sering kali mengurangi penghargaan yang seharusnya diberikan kepada karya tangan manusia, menjadikan seni tradisional terlihat kurang berharga di mata beberapa penikmat seni.
Kebangkitan digitalisasi ini, juga mengubah paradigma bagaimana karya seni ditafsirkan dan diapresiasi, sehingga keasliannya sering kali dipertanyakan.
Di sisi ekonomi, tantangan bagi seniman semakin besar. Kok gitu? Hal itu karena karya seni yang diciptakan oleh AI dapat diproduksi dengan cepat dan biaya yang jauh lebih rendah. Tentunya hal itu menciptakan lingkungan kompetitif yang tidak menguntungkan bagi para perupa individu.
Hal ini dapat berujung pada penurunan pendapatan dan profesi seniman yang semakin tidak berkelanjutan, terutama bagi mereka yang bergantung pada penjualan karya mereka untuk kehidupan sehari-hari.
Seniman yang telah menghabiskan bertahun-tahun mengembangkan keterampilan mereka mendapati karya yang sering kali diabaikan oleh konsumen. Lebih-lebih dalam memilih karya berbasis teknologi yang dihasilkan dengan instan.
Selain tantangan ekonomi, munculnya AI dalam seni juga menimbulkan perasaan ketidakpuasan dan kehilangan identitas bagi banyak perupa. Dalam hal ini seniman lukis tidak hanya menghadapi ancaman terhadap mata pencaharian, tetapi juga kehilangan rasa kepuasan dan keterhubungan dengan karya mereka.
Ketika seni dapat dihasilkan oleh mesin, makna dan proses kreatif di balik penciptaan karya sering kali diabaikan. Hal ini berpotensi mengikis keaslian seni itu sendiri. Yakni, menjadikan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia semakin terpinggirkan.
Maka dalam menghadapi dampak-dampak ini, komunitas seni harus beradaptasi dan menemukan cara untuk mempertahankan nilai dan integritas karya seni yang mereka ciptakan.
Melalui kesadaran akan tantangan ini, mqka langkah-langkah strategis harus diambil untuk melindungi keunikan dan kreativitas seniman di tengah kemajuan teknologi yang pesat.
Adanya AI, Seniman Harus Terima?
Kehadiran kecerdasan buatan (AI) dalam dunia seni justru membuka berbagai kemungkinan baru yang menarik bagi para perupa.
Alih-alih melihat AI sebagai ancaman bagi nilai seni tradisional, namun banyak kemungkinan para seniman inimulai mengembangkan kolaborasi dengan teknologi ini untuk meningkatkan proses kreatif mereka.