SastraNusa – Teater memiliki kemampuan unik untuk menyuarakan isu-isu penting secara lugas dan menyentuh. Pementasan naskah Perempuan Damar Kambang oleh Sabit FIP Universitas Trunojoyo Madura pada 28 Desember 2024, menjadi bukti nyata.
Tidak hanya memikat penonton dengan cerita yang kuat, tetapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang kesetaraan gender dalam masyarakat Madura.
Naskah ini diadaptasi dari novel Damar Kambang karya Muna Masyari, yang mengangkat kisah nyata dari keluarga besar penulisnya.
Melalui narasi yang mendalam, pementasan ini menyentuh isu dominasi laki-laki dalam hubungan pernikahan, sekaligus mendorong refleksi akan perlunya perubahan menuju hubungan yang lebih setara.
Sekilas Tentang Novel Damar Kambang
Sutradara Pementasan di Teater Sabit, Suryadi Mengatakan, bahwa Novel Damar Kambang mengeksplorasi tradisi pernikahan di Madura, yang kaya akan simbol harkat dan martabat. Cerita bermula dari prosesi lamaran antara Kacong dan Chebbhing yang berujung konflik besar.
“Pembatalan rencana pernikahan akibat hantaran yang dianggap tidak memenuhi standar memicu pertentangan antara kedua keluarga,” ujarnya.
Dalam kisah ini, lanjut Suryadi, Kacong bersama pamannya, Sakrah, memanfaatkan angin kiriman untuk memaksa Chebbhing.
Di sisi lain, Madlawi, ayah Chebbhing, berusaha melawan dengan meminta bantuan Kiai Ke Bulla, tokoh agama yang dihormati.
“Konflik ini mengungkap tradisi, identitas budaya, dan dinamika sosial masyarakat Madura yang penuh rahasia,” singkapnya.
Lebih lanjut Suryadi menuturkan, jika, kekerasan dalam cerita ini menjadi simbol pertahanan terhadap status quo, di mana tradisi sering dijadikan alat mempertahankan kekuasaan tertentu.
“Cerita ini menyoroti betapa tradisi dapat menjadi medan konflik yang melibatkan martabat, kekuasaan, dan nilai-nilai komunitas,” ungkapnya.
Transformasi Novel ke Pementasan
Pementasan oleh Sabit FIP memodifikasi novel dengan mengambil elemen inti, yaitu konflik pernikahan yang gagal akibat dominasi laki-laki.
Diutarakan Suryadi, bahwa beberapa tambahan seperti sabung ayam menjadi daya tarik tersendiri dalam pementasan ini, meskipun tidak ada dalam novel.
Ditanya perbedaan antara novel dengan pementasan, dia menjawab, terlihat dari karakter yang dihadirkan. Pementasan menyesuaikan tokoh untuk mempertegas pesan yang ingin disampaikan, yakni perjuangan kesetaraan.
“Hal ini menciptakan pengalaman baru bagi penonton yang berbeda dari membaca novel,” imbuhnya mencoba mendetailkan.
Kejutan dalam Pementasan
Salah satu momen paling menarik dalam pementasan malam itu, adalah kemunculan MC di tengah penonton, sebuah inovasi yang jarang ditemui dalam pertunjukan teater di Madura.
Menurut senter SastraNusa, kejutan ini berhasil mencairkan suasana, menjalin interaksi, sekaligus memberikan warna baru dalam pementasan.
Adegan sabung ayam dan carok juga menjadi sorotan karena mencerminkan realitas sosial yang dekat dengan masyarakat Madura. Penonton tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga diajak untuk merenungkan isu yang dihadirkan. Apalagi isu tersebut tidak jauh dari kejadian terkini.
Respon Penonton dan Sarasehan
Sebanyak 95 orang hadir menyaksikan pementasan ini, dan respons yang diberikan sangat positif.
Menurut salah satu penonton yang tidak ingin disebut namanya, dalam sesi sarasehan setelah pertunjukan, diskusi berlangsung aktif dan penuh antusiasme.
“Penonton tidak hanya mengapresiasi pementasan, tetapi juga mendalami pesan yang disampaikan,” kata dia setelah dikonfirmasi melalui Whatsapp, Selasa (31/12/24).
Dia berpendapat, Teater Sabit mampu menyajikan pementasan Perempuan Damar Kambang menjadi lebih dari sekadar hiburan.
“Seolah-olah pementasan ini mnjadi medium refleksi yang mempertemukan tradisi dengan nilai-nilai kesetaraan yang terus diperjuangkan,” paparnya.