SastraNusa – Di tengah hiruk pikuk Madura sekitar termasuk Surabaya, kelompok bernama To’-Oto’ menjadi jembatan penghubung bagi para perantau asal Madura.
Kelompok ini bukan sekadar arisan biasa, melainkan cerminan solidaritas dan semangat kekerabatan yang diwariskan lintas generasi.
Sebagai kaum pendatang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah, To’-Oto’ menjadi oasis yang menjaga ikatan kultural di tengah tantangan hidup di tanah rantau.
Secara harfiah, To’-Oto’ berarti kacang. Camilan ini menjadi simbol sederhana yang menemani setiap pertemuan anggota kelompok.
Awalnya, istilah ini merujuk pada kumpul-kumpul orang Madura di Surabaya.
Namun, seiring waktu, nama itu melekat sebagai identitas kegiatan kolektif yang bertujuan mempererat hubungan masyarakat Madura dan perantaunya, sekaligus melestarikan nilai-nilai kebudayaan asli.
Dari Sukarela ke Arisan Terstruktur
Tradisi awal To’-Oto’ berupa pertemuan santai untuk bertukar pikiran dan berbagi cerita antar perantau.
Dalam pertemuan tersebut, muncul gagasan untuk saling membantu dalam masalah ekonomi.
Awalnya, sumbangan bersifat sukarela, namun kebutuhan yang semakin kompleks mendorong kegiatan ini berkembang menjadi arisan terstruktur.
Setiap anggota menyumbangkan uang dengan jumlah minimum tertentu.
Dana yang terkumpul kemudian diberikan bergiliran berdasarkan prioritas kebutuhan.
Mekanisme ini memungkinkan anggota yang menghadapi situasi darurat untuk mendapatkan bantuan lebih cepat, mencerminkan prinsip gotong royong yang kuat dalam budaya Madura.
Meluasnya Popularitas To’-Oto’
Manfaat ekonomis yang dirasakan dari kegiatan To’-Oto’ membuat tradisi ini semakin populer.
Kelompok-kelompok baru mulai bermunculan, baik yang didirikan oleh kerabat dekat maupun komunitas yang lebih luas.
Kini, keanggotaan tidak lagi dibatasi oleh hubungan keluarga, melainkan dipengaruhi oleh sosok ketua kelompok yang dianggap mampu memimpin.
Jumlah anggota dalam satu kelompok bervariasi antara 20 hingga 70 orang.
Kelompok yang lebih besar biasanya telah berdiri selama puluhan tahun.
Semakin banyak anggota, semakin besar pula dana yang terkumpul.
Uang yang diperoleh dapat mencapai puluhan juta rupiah, meskipun telah dikurangi biaya administrasi dan operasional seperti penyewaan kursi dan peralatan lainnya.
Kontribusi Ekonomi dan Sosial
Kehadiran To’-Oto’ bukan hanya meringankan beban ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada kehidupan sosial anggota.
Dana dari arisan ini sering kali digunakan untuk kebutuhan besar, seperti membayar biaya pendidikan, modal usaha, hingga ongkos pergi haji.
Hal ini menunjukkan bahwa To’-Oto’ tidak hanya menjadi penopang dalam situasi darurat, tetapi juga alat untuk mencapai cita-cita hidup yang lebih baik.
Selain itu, To’-Oto’ menjaga hubungan harmonis antaranggota dengan kegiatan berkala yang menghidupkan nilai-nilai kebersamaan.
Hidangan khas dan musik tradisional sering kali menjadi bagian dari pertemuan, menciptakan suasana akrab yang memperkuat ikatan emosional.
Penyebaran ke Berbagai Wilayah
Dari Surabaya, tradisi To’-Oto’ meluas ke berbagai kota di Indonesia, seperti Malang, Yogyakarta, Jakarta, hingga Banjarmasin.
Penyebaran ini mengikuti jejak para perantau Madura yang membawa nilai-nilai komunitas mereka ke tempat baru.
Bahkan, di Sampang dan Bangkalan, daerah asal sebagian besar anggota, muncul upaya untuk membentuk kelompok serupa.
Namun, pelaksanaannya sering kali menghadapi kendala karena perbedaan kebutuhan dan situasi lokal.
Tantangan dan Harapan
Meskipun telah bertahan lama, To’-Oto’ menghadapi tantangan modernitas yang mengubah pola interaksi masyarakat.
Generasi muda yang semakin terbuka terhadap budaya luar terkadang kurang memahami nilai-nilai inti dari tradisi ini.
Untuk itu, kelompok To’-Oto’ perlu berinovasi agar tetap relevan tanpa kehilangan esensinya.
Harapannya, tradisi ini tidak hanya bertahan sebagai alat bantu ekonomi, tetapi juga sebagai simbol identitas kultural.
Dengan adaptasi yang tepat, To’-Oto’ dapat terus menjadi ruang untuk menjaga solidaritas dan kebanggaan akan akar budaya, bahkan di tengah dunia yang semakin majemuk.
Menghidupkan Tradisi di Tanah Perantauan
To’-Oto’ adalah bukti nyata bagaimana tradisi bisa menjadi kekuatan yang menghubungkan manusia, bahkan di tempat yang jauh dari kampung halaman.
Dalam perjalanannya, kelompok ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga memupuk rasa saling memiliki di antara anggotanya.
Dengan semangat kekerabatan yang terjaga, To’-Oto’ menjadi lebih dari sekadar arisan.
Budaya tersebut termasuk jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, simbol bahwa di tengah perubahan zaman, akar budaya selalu menemukan cara untuk bertahan.(*)